Pria yang lahir pada 54 tahun silam itu, terpaksa duduk di kursi pesakitan pengadilan negeri Luwuk, karena dia diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan tanda tangan dana BOS atasnama bendahara, Doktje Djanbia (43).
Sebelum majelis hakim menahan Suharto, proses peradilan di ruang sidang kemarin, berjalan lancar. Ada tiga saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum Kejari Luwuk, Edi. Mereka masing-masing, saksi korban, Doktje Djanbia (43), Surtati Abdulah (49) dan Lucki Arianto (32).
Menurut Doktje, pada Sabtu (31/3) dan Selasa (3/4), bertempat di SDN Bobolon, Desa Lampa, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, sang kepala sekolah telah memalsukan tanda tangan bendahara. Tanda tangan itu dipalsukan terkait laporan pertanggung jawaban dana bantuan oprasional sekolah (BOS) semester 1 tahun 2012.
Dimana katanya, surat- surat yang dibuat oleh kepala sekolah tanpa sepengetahuannya. Selain itu, pembuatan LPJ bukan kerjanya kepala sekolah, melainkan dialah yang bertanggung jawab dengan LPJ tersebut. Tidak hanya itu, slip penarikan dana BOS bank sebesar Rp3,8 juta, yang seharusnya ditanda tangan bendahara, sudah dipalsukan oleh terdakwa.
Setelah ibu rumah tangga asal Desa Solan ini memberikan keterangan, selanjutnya giliran Surtati. Surtati tidak menjelaskan soal pemalsuan tanda tangan tersebut, dia hanya membenarkan kalau terdakwa dan saksi korban (bendahara dana BOS-red), bertengkar.
Sementara saksi ketiga adalah karyawan Bank Sulteng Cabang Banggai, Lucki. Lucki tidak banyak berkomentar, pada intinya dia menyatakan dana BOS triwulan pertama SDN Bobolon telah cair dan yang ambil ada terdakwa. Setelah mendengar semua keterangan saksi, akhirnya terdakwa mengakui perbuatannya. (tr-19)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Polisi Tewas di Poso Dinaikkan Pangkatnya
Redaktur : Tim Redaksi