JAKARTA - Majelis Kehormatan Hakim (MKH) hingga kemarin belum juga menetapkan jadwal persidangan kasus hakim perempuan genit berinisial ADA, yang saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Simalungun.
Padahal, sudah pertengahan Desember 2012, Komisi Yudisial (KY) mengirimkan surat rekomendasi yang menyatakan ADA terbukti bermain asmara dengan pria yang sudah beristri.
"Belum ada jadwal. Kami juga menunggu jadwal dari Mahkamah Agung," ujar anggota hakim MKH, yang juga Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh, kepada JPNN di Jakarta, kemarin (9/1). Sekedar diketahui, susunan MKH terdiri dari tujuh hakim, empat diantaranya dari KY, tiga dari hakim agung MA.
Mengapa tak kunjung disidang? Bukankah lamanya menunggu masa sidang ini justru menyiksa batin ADA? Imam menjelaskan, sesuai ketentuan, batas waktu menunggu persidangan adalah 60 hari, terhitung sejak KY mengirimkan rekomendasi ke MA.
Dalam catatan koran ini, KY mengeluarkan rekomendasi pada pertengahan Desember 2012.
Lantas, disuruh ngapain ADA dalam masa menunggu sidang ini? Seperti saran yang disampaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki beberapa waktu lalu, Imam juga menyarankan agar Ketua Pengadilan Negeri Simalungun, Abdul Siboro, tidak memberikan perkara ke ADA.
"Dalam kondisi seperti sekarang ini, ya sebaiknya tak diberi perkara. Kalau diberi perkara, apa bisa jernih dalam berpikir? Kalau menyidangkan perkara bisa terkontaminasi oleh pikiran yang kacau," kata Imam. Namun, kata dia, kalimatnya ini sifatnya hanya imbauan karena yang punya kewenangan adalah Ketua PN Simalungun.
"Nanti bisa diberi perkara lagi setelah sidang, tapi itu jika tak terbukti. Kalau tak terbukti ya diberi sanksi," pungkas Imam.
Sebelumnya, Suparman Marzuki pernah menjelaskan, dalam kasus yang sama beberapa waktu lalu, hakim dari Merauke oleh MKH dijatuhi sanksi non palu. Sanksi non palu, lanjut dia, merupakan sanksi minimal jika kasus sudah dibawa ke MKH. "Bisa dipecat, minimal non palu," pungkas Suparman. (sam/jpnn)
Padahal, sudah pertengahan Desember 2012, Komisi Yudisial (KY) mengirimkan surat rekomendasi yang menyatakan ADA terbukti bermain asmara dengan pria yang sudah beristri.
"Belum ada jadwal. Kami juga menunggu jadwal dari Mahkamah Agung," ujar anggota hakim MKH, yang juga Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh, kepada JPNN di Jakarta, kemarin (9/1). Sekedar diketahui, susunan MKH terdiri dari tujuh hakim, empat diantaranya dari KY, tiga dari hakim agung MA.
Mengapa tak kunjung disidang? Bukankah lamanya menunggu masa sidang ini justru menyiksa batin ADA? Imam menjelaskan, sesuai ketentuan, batas waktu menunggu persidangan adalah 60 hari, terhitung sejak KY mengirimkan rekomendasi ke MA.
Dalam catatan koran ini, KY mengeluarkan rekomendasi pada pertengahan Desember 2012.
Lantas, disuruh ngapain ADA dalam masa menunggu sidang ini? Seperti saran yang disampaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki beberapa waktu lalu, Imam juga menyarankan agar Ketua Pengadilan Negeri Simalungun, Abdul Siboro, tidak memberikan perkara ke ADA.
"Dalam kondisi seperti sekarang ini, ya sebaiknya tak diberi perkara. Kalau diberi perkara, apa bisa jernih dalam berpikir? Kalau menyidangkan perkara bisa terkontaminasi oleh pikiran yang kacau," kata Imam. Namun, kata dia, kalimatnya ini sifatnya hanya imbauan karena yang punya kewenangan adalah Ketua PN Simalungun.
"Nanti bisa diberi perkara lagi setelah sidang, tapi itu jika tak terbukti. Kalau tak terbukti ya diberi sanksi," pungkas Imam.
Sebelumnya, Suparman Marzuki pernah menjelaskan, dalam kasus yang sama beberapa waktu lalu, hakim dari Merauke oleh MKH dijatuhi sanksi non palu. Sanksi non palu, lanjut dia, merupakan sanksi minimal jika kasus sudah dibawa ke MKH. "Bisa dipecat, minimal non palu," pungkas Suparman. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kata Hatta, Mobil Listrik Buatan Dasep Lebih Nyaman
Redaktur : Tim Redaksi