jpnn.com, JAKARTA - Komitmen PT Pertamina untuk terus menjaga ketahanan energi nasional dan mendukung stabilitas perekonomian, dinilai tepat dan bijak di tengah kondisi geopolitik yang terus meningkat di Timur Tengah, yang berpotensi membuat harga crude oil terus melesat.
Sikap tersebut dinilai oleh ekonom senior Institute for Social, Economic, and Digital (ISED), Ryan Kiryanto sebagai wujud kehadiran negara melalui Pertamina.
BACA JUGA: Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Beberkan Upaya Pemerataan Energi di Indonesia
“Saya harus mengatakan, ini merupakan keputusan yang bijak. Dalam keadaan apa pun negara melalui Pertamina harus hadir. Nah bentuk kehadiran negara tersebut, adalah ikut menstabilkan harga di pasar, yang menjadi konsumsi masyarakat banyak. Termasuk juga bahwa Pertamina terus memelihara pasokan BBM guna menjaga ketahanan energi,” ujar Ryan.
Menurut Ryan, optimisme dan komitmen Pertamina tersebut sangat penting, terutama dalam kondisi saat ini.
BACA JUGA: Berhasil Bangkit, Asuransi Jasindo Kantongi Laba Bersih Rp 102,88 Miliar
Melesatnya harga minyak dunia akibat kondisi geopolitik, diakuinya memang sangat berpengaruh kepada perekonomian nasional.
Terlebih, dibarengi dengan melemahnya nilai tukar mata uang. Itu sebabnya, Pemerintah harus mendukung Pertamina.
BACA JUGA: Pertamina Mandalika International Circuit jadi Magnet Pariwisata Olahraga
“Harus (mendukung). Jika dalam situasi geopolitik seperti sekarang, Pertamina menaikkan harga BBM misalnya, maka efek spiralnya ke mana-mana. Ada yang namanya first round effect yaitu pembeli BBM akan langsung terpukul karena harga tiba-tiba menjadi lebih mahal,” urai Ryan.
Tak hanya itu, yang berbahaya, imbuh Ryan, adalah second round effect yakni harga barang-barang akan mengikuti kenaikan harga BBM tersebut.
“Ujungnya, kalau harga barang kelompok barang pokok naik, yang terjadi adalah inflasi,” kata dia.
Bahkan, selain kenaikan harga barang di dalam negeri, kenaikan harga barang di luar negeri juga membuat semakin berat.
Kondisi demikian, menurut Ryan, disebut sebagai imported inflation. Yakni, kenaikan harga akibat tingginya harga barang dari luar negeri.
“Sehingga kita akan terkena double inflation factor, dimana causa prima -nya adalah risiko geopolitik yang meningkat,” sebut Ryan.
Dan jika itu terjadi, lanjut Ryan, tentu sangat memberatkan masyarakat.
“Makanya, Pertamina sebagai BUMN di tengah situasi yang sedang hangat secara geopolitik, tentu dari sisi timing, pilihan terbaik adalah tidak menyesuaikan harga BBM dahulu sambil terus menjaga ketahanan energi,” lanjutnya.
Sebagaimana disampaikan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati Pertamina akan terus meningkatkan upaya mitigasi risiko untuk mengurangi potensi dampak dari dinamika situasi ekonomi dan geopolitik, termasuk pengendalian biaya, pemilihan komposisi crude yang optimal, pengelolaan inventory yang efektif, peningkatan produksi high-yield products dan efisiensi di semua lini operasional.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada