JAKARTA - Serangkaian proses dialog pusat dengan pihak Aceh hingga kemarin (22/5) belum ada tanda-tanda tercapai kesepakatan. Sementara, dialog lanjutan tinggal sekali lagi digelar, yakni Kamis (23/5) di Bogor.
Karena belum ada tanda-tanda ada titik temu, pihak pusat menawarkan dialog terkait polemik Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera Aceh yang bentuknya sama persis dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu, dilanjutkan lagi usai lebaran tahun ini.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, mengatakan, dirinya bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada Selasa (21/5). Pada pertemuan itu lah disampaikan tawaran ke gubernur, agar untuk sementara sambil mencari solusi, colling down dulu.
"Sambil bercanda saya katakan, biasanya di Aceh itu heboh dulu, tapi lantas colling down, biar adem. Sebentar lagi puasa, lebaran, baru lah bisa muncul pemikiran-pemikiran yang jernih," ujar Djohermansyah Djohan kepada JPNN, kemarin (22/5).
Pemikiran-pemikiran yang jernih, lanjut pria bergelar profesor itu, agar nantinya bisa didapatkan solusi yang terbaik bagi Aceh, juga terbaik bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Dia mengakui, dalam serangkaian dialog sebelumnya, memang pihak Aceh meminta agar poin-poin di MoU Helsinki 2005 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, segera direalisasikan. Terutama, terkait soal bagi hasil migas dan soal pertanahan.
Djohermansyah menyatakan, pusat setuju-setuju saja atas permintaan itu. "Ya kita segera selesaikan peraturan perundang-undangan sebagai turunan dari UU Pemerintahan Aceh itu, misal terkait migas dan pertanahan. Tahun ini kita targetkan selesai (Peraturan Pemerintah turunan UU PA, red)," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Deputi Bidang Politik Kantor Setwapres itu, menanggapi wacana referendum untuk meminta pendapat rakyat Aceh, setuju atau tidak dengan bendera Aceh yang sama persis dengan bendera GAM itu.
Djohermansyah mengatakan, referendum terkait dengan kebijakan pemda, yakni terkait dengan qanun bendera, sama sekali tidak dikenal, baik di UU PA maupun UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemda.
"Referendum tidak punya payung hukum," ujar mantan Rektor Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu.
Apakah gagasan referendum sempat disampaikan pihak Aceh dalam proses dialog? Djohermansyah mengatakan, tidak. "Tapi itu sudah muncul di pemberitaan media massa," pungkasnya. (sam/jpnn)
Karena belum ada tanda-tanda ada titik temu, pihak pusat menawarkan dialog terkait polemik Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera Aceh yang bentuknya sama persis dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu, dilanjutkan lagi usai lebaran tahun ini.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, mengatakan, dirinya bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada Selasa (21/5). Pada pertemuan itu lah disampaikan tawaran ke gubernur, agar untuk sementara sambil mencari solusi, colling down dulu.
"Sambil bercanda saya katakan, biasanya di Aceh itu heboh dulu, tapi lantas colling down, biar adem. Sebentar lagi puasa, lebaran, baru lah bisa muncul pemikiran-pemikiran yang jernih," ujar Djohermansyah Djohan kepada JPNN, kemarin (22/5).
Pemikiran-pemikiran yang jernih, lanjut pria bergelar profesor itu, agar nantinya bisa didapatkan solusi yang terbaik bagi Aceh, juga terbaik bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Dia mengakui, dalam serangkaian dialog sebelumnya, memang pihak Aceh meminta agar poin-poin di MoU Helsinki 2005 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, segera direalisasikan. Terutama, terkait soal bagi hasil migas dan soal pertanahan.
Djohermansyah menyatakan, pusat setuju-setuju saja atas permintaan itu. "Ya kita segera selesaikan peraturan perundang-undangan sebagai turunan dari UU Pemerintahan Aceh itu, misal terkait migas dan pertanahan. Tahun ini kita targetkan selesai (Peraturan Pemerintah turunan UU PA, red)," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Deputi Bidang Politik Kantor Setwapres itu, menanggapi wacana referendum untuk meminta pendapat rakyat Aceh, setuju atau tidak dengan bendera Aceh yang sama persis dengan bendera GAM itu.
Djohermansyah mengatakan, referendum terkait dengan kebijakan pemda, yakni terkait dengan qanun bendera, sama sekali tidak dikenal, baik di UU PA maupun UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemda.
"Referendum tidak punya payung hukum," ujar mantan Rektor Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu.
Apakah gagasan referendum sempat disampaikan pihak Aceh dalam proses dialog? Djohermansyah mengatakan, tidak. "Tapi itu sudah muncul di pemberitaan media massa," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolres Sorong Bantah Terima Fortuner dari Labora
Redaktur : Tim Redaksi