Jaksa Agung Jamin Revisi UU Kejaksaan Tidak Mengurangi Kewenangan Lembaga Lain

Rabu, 28 Oktober 2020 – 13:22 WIB
Webinar "Membedah RUU Kejaksaan" menghadirkan narasumber Kepala Biro Hukum dan Hubungan Internasional Kejaksaan Agung Asep Nana Mulyana, Dekan FH Universitas Pakuan Bogor Yenti Garnasih dan advokat Juniver Girsang. Foto: ANTARA/ Humas Kejaksaan Agung

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjadi pembicara utama dalam seminar nasional secara virtual (webinar) yang membahas RUU Kejaksaan.

Pihaknya mengapresiasi webinar ini yang menurut dia merupakan sumbangsih riil pemikiran dari kalangan akademisi dan praktisi hukum dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan).

BACA JUGA: Revisi UU Kejaksaan Sebaiknya Fokus Memperkuat Fungsi Penuntutan dan Eksekusi

Burhanuddin menyampaikan bahwa RUU Kejaksaan adalah inisiatif dan usulan Badan Legislasi DPR. Namun ada beberapa kalangan yang masih menyebutkan jika RUU ini adalah inisiatif dari Kejaksaan. Hal itu menurut dia sangat tidak tepat.

"Dengan adanya RUU tentang Perubahan Undang-Undang Kejaksaan yang telah diusulkan oleh DPR ini, dapat kita maknai jika embaga legislatif memandang perlu segera adanya perbaikan kualitas sistem hukum yang lebih baik di Indonesia yang lebih modern dan lebih dapat mewujudkan rasa keadilan masyarakat,” kata Burhanuddin di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Jakarta, Selasa (28/1).

BACA JUGA: Prof Romli Nilai RKUHAP Harus Diprioritaskan ketimbang Revisi UU Kejaksaan

Setidaknya ada enam urgensi sehingga diperlukan perubahan UU Kejaksaan yakni dinamika yang berkembang di masyarakat dan kebutuhan hukum di masyarakat, adanya beberapa judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas UU Kejaksaan dan perkembangan hukum dalam hukum nasional, hukum internasional dan doktrin terbaru.

Kemudian penerapan asas-asas hukum dan filosofis hukum, konvensi yang berlaku dan diakui secara universal dan perkembangan teknologi dan informasi.

BACA JUGA: Komjak Sebut Revisi UU Kejaksaan Mengakomodasi Dinamika Masyarakat

Jaksa Agung pun menjamin revisi ini tidak menambah wewenang maupun mengambil kewenangan instansi lain. RUU Perubahan ini hanya mengkompilasi ketentuan hukum dan asas-asas hukum yang sudah ada dan memberikan nomenklatur yang bukan hanya Nasional namun ekskalasi Internasional.

“Kita dapat mengambil beberapa contoh,” kata Jaksa Agung.

Misalnya dalam penyidikan lanjutan. Kewenangan Jaksa Penuntut Umum dengan melakukan Penyidikan Lanjutan bukanlah hal yang baru, melainkan telah ada dan diatur dalam Pasal 39 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Ketentuan ini selaras dengan asas dominus litis dan sejalan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Penyidikan lanjutan juga akan menjadi solusi konkrit atas bolak-balik dan hilangnya berkas perkara yang menimbulkan tidak selesainya penanganan perkara sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.

Keadilan hukum akan terwujud dengan proses penegakan hukum yang terkontrol.

Kemudian, pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer. Kata Jaksa Agung, integrasi kebijakan penuntutan dalam struktur kelembagaan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, pada hakikatnya merupakan mandat konstitusional.

Dalam Penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyebutkan bahwa Jaksa Agung selaku Penuntut Umum Tertinggi di Negara Republik Indonesia.

Berikutnya soal kewenangan penyadapan. Sebagai aparat penegak hukum dan pemegang asas dominus litis, Kejaksaan memiliki banyak ruang hukum untuk dapat melakukan penyadapan.

“Namun belum diisi oleh norma yang menyebutkan secara eksplisit kewenangan tersebut,” kata Jaksa Agung.

RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan ini, dikatakannya akan lebih menciptakan check and balance dalam sistem peradilan pidana.

"Penyidik dan penuntut umum adalah satu kesatuan nafas dalam proses penuntutan yang tidak dapat dipisahkan. Penyidikan dan penuntutan bukanlah suatu proses check and balance. Hal ini dikarenakan segala hasil pekerjaan dari penyidik, baik buruknya, benar salahnya, bahkan jujur bohongnya pekerjaan penyidik dalam melakukan proses penyidikan, seluruhnya akan menjadi tanggung jawab penuh dari jaksa penuntut umum di persidangan untuk mempertahankan segala jenis pekerjaan penyidik," katanya.

Burhanuddin menambahkan RUU Kejaksaan ini adalah sebuah momentum bagi Kejaksaan untuk berbuat lebih baik lagi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam menegakan keadilan dan kebenaran yang dilandasi kearifan dalam mewujudkan terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Webinar "Membedah RUU Kejaksaan" ini dilaksanakan atas kerja sama Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminolog Indonesia (MAHUPIKI) dan Universitas Pakuan (UNPAK) Bogor.

Webinar tersebut dihadiri oleh Kepala Biro Hukum dan Hubungan Internasional Kejaksaan Agung Asep Nana Mulyana, Dekan FH Universitas Pakuan Bogor sekaligus Ketua Umum MAHUPIKI Yenti Garnasih, Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat MAHUPIKI yang juga Guru Besar FH Universitas Andalas Prof. Elwi Danil dan advokat Juniver Girsang. (ant/dil/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler