JPNN.com

Jaksa Penyidik Diduga Lakukan Malaadministrasi dan Persangkaan Palsu dalam Kasus Korupsi

Kamis, 20 Maret 2025 – 21:50 WIB
Jaksa Penyidik Diduga Lakukan Malaadministrasi dan Persangkaan Palsu dalam Kasus Korupsi - JPNN.com
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. Ilustrasi Foto: Dok pribadi for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Indonesian Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi kinerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Sugeng menilai ada indikasi penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus korupsi Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

“Niat mulia Presiden Prabowo Subianto untuk menyejahterakan rakyat melalui pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah akan sulit tercapai jika penyalahgunaan wewenang dalam penyidikan oleh Jampidsus terus dibiarkan,” tegas Sugeng seusai acara Talkshow bertajuk “Megakorupsi Pertamina: Jangan Hanya Ganti Pemain” di Palmerah, Jakarta, Kamis (20/3).

BACA JUGA: Respons Kejagung Soal Pengaduan Jampidsus Dinilai Arogan, Tak Sejalan Semangat Presiden

Sugeng menuding Jampidsus telah mengelabui publik dan Kepala Negara dengan menciptakan sensasi melalui pengumuman kerugian negara yang fantastis tanpa metodologi ilmiah.

“Faktanya, terjadi praktik memberantas korupsi sembari korupsi’. Ini terlihat dalam penanganan kasus Jiwasraya, suap Ronald Tannur, korupsi Pertamina, penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, dan TPPU,” ujarnya.

BACA JUGA: Pelapor Klaim Miliki Bukti Kuat Dugaan 4 Kasus Korupsi Jampidsus

Berdasarkan siaran pers Kejaksaan Agung RI Nomor PR-169/101/K.3/Kph.3/02/2025 tertanggal 25 Februari 2025, Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dituduh melakukan “pengoplosan” minyak Ron 90 menjadi Ron 92 dan mark up kontrak pengiriman minyak oleh PT Pertamina International Shipping (PIS).

Namun, Sugeng membantah tuduhan tersebut. “Persangkaan itu tidak benar dan menyesatkan. Blending di Storage/Depo diperbolehkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2004 jo PP No. 30 Tahun 2009, asalkan memenuhi standar mutu yang ditetapkan,” jelasnya.

BACA JUGA: Jampidsus Febrie Adriansyah Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi dalam Penanganan Kasus Besar

Ia juga menyoroti penggunaan istilah oplosan oleh Kejaksaan Agung yang dinilai tidak profesional.

“Pada 4 Maret 2025, Kejaksaan Agung mengoreksi dengan menyatakan bahwa kasus yang diselidiki adalah praktik blending, bukan pengoplosan. Namun, istilah ‘oplosan’ yang tidak akurat telah merugikan Pertamina, menyebabkan penurunan pendapatan hingga 20 persen karena kehilangan kepercayaan konsumen,” ujar Sugeng.

Sugeng menilai jaksa penyidik telah membangun konstruksi kasus hanya berdasarkan dugaan tanpa bukti kuat.

“Jaksa menyatakan terjadi kemahalan harga sebesar 13-15 persen yang menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza sebagai Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa. Padahal, fakta hukum menunjukkan bahwa margin tersebut adalah keuntungan PT Pertamina International Shipping, bukan untuk pribadi tersangka,” tegasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa komunikasi WhatsApp antara Dimas Werhaspati dan Agus Purwomo, yang dijadikan dasar penyidikan, tidak relevan dengan tuduhan korupsi.

“Dimas hanya bermaksud menjadi broker sewa kapal, dan fee 2-3 persen yang dimintanya bukanlah tindakan melawan hukum,” tambah Sugeng.

Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun berasal dari lima klaster, yaitu kerugian ekspor minyak mentah, impor minyak mentah melalui DMUT/broker, impor BBM, pemberian kompensasi, dan subsidi. Namun, Sugeng menegaskan bahwa kerugian tersebut tidak ada kaitannya dengan tuduhan pengoplosan/blending dan mark up kontrak pengiriman minyak.

“Tidak ada relevansi antara kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dengan tuduhan terhadap para tersangka. Ini menunjukkan bahwa penyidikan kasus ini tidak murni untuk penegakan hukum, melainkan memiliki tujuan tertentu di luar hukum,” tegas Sugeng.

Sugeng menilai kasus ini sebagai contoh “Misccariage of Justice and Law Enforcement” (penegakan hukum yang salah) yang dapat menciptakan peradilan sesat (Rechterlijke Dwaling).

“Jika dibiarkan, praktik ini akan melahirkan keputusan hakim yang tidak adil dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” ujarnya.

Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah tegas guna menghentikan malaadministrasi dalam penegakan hukum.

“Kasus ini harus dievaluasi secara menyeluruh agar tidak merugikan nama baik Pertamina dan perekonomian nasional,” pungkas Sugeng. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi III Rapat Tertutup Bareng Jampidsus, Kasus Ini Rupanya Ikut Dibahas, Hmmm..


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Jaksa   penyidik   Jampidsus   IPW   Prabowo  

Terpopuler