MAGELANG - Banjir lahar dingin kembali terjadi di seluruh bantaran sungai yang berhulu di Gunung Merapi, kemarin (25/2) petang. Banjir paling besar terjadi di bantaran Kali Pabelan dan memutus jalur alternatif Magelang-Jogjakarta via Jembatan Bojong Kojor, Desa Bojong, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jateng.
Jembatan yang kerap menjadi alternatif saat jembatan utama di Jalan Magelang-Jogjakarta itu ditutup karena material setinggi hampir 4 meter melewati badan jembatan. "Banjir kali ini datang sangat besar. Dari puncak terpantau hampir 5 meter dan sampai di sini (Jembatan Bojong Kojor, Red) mencapai 4 meter dari dasar sungai dan lebar 50 meter," jelas salah seorang relawan pemantau banjir, Hendrik.
Besarnya material yang larut terbawa banjir juga membuat jalan utama Magelang-Jogjakarta sempat ditutup. Relawan khawatir banjir akan meruntuhkan jembatan Pabelan seperti pada 31 Maret 2011 lalu.
Alhasil, jalur utama tersebut mengalami kepadatan. Apalagi, saat banjir datang, tidak ada satupun petugas kepolisian yang mengamankan jalan. "Kita sengaja tutup, karena kita tidak berani berspekulasi," sambung Anton, relawan lainnya.
Menurut catatan Radar Semarang (Grup JPNN), banjir yang datang kemarin merupakan yang terbesar selama 2012 ini. Hingga berita ini ditulis, jalur alternatif Magelang-Jogja tersebut masih lumpuh. Sementara sejumlah bronjong pengaman banjir terlihat jebol diterjang banjir. Namun, belum ada laporan resmi terkait korban jiwa maupun kerugian yang ditimbulkan.
Banjir datang dengan kecepatan tinggi. Menurut perhitungan para relawan, banjir datang dengan kecepatan melebihi 60 km per jam. "Tadi terpantau di Sawangan pukul 17.05 dan sampai di sini (Pabelan) hanya sekitar seperempat jam," katanya.
Sejumlah warga yang tinggal di hilir Kali Pabelan sempat panik dengan datangnya banjir dengan skala besar, kemarin. Bahkan ada beberapa yang sudah mengemasi barangnya dan hendak mengungsi. "Kami takut, mending siap-siap dulu," kata Muryanto, 45, warga Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid.
Kepanikan warga merupakan hal wajar, karena pada 2010 lalu banjir Kali Pabelan sempat masuk ke permukiman dan merusak puluhan rumah warga. "Untuk saat ini Alhamdulillah sudah tidak masuk ke permukiman lagi karena sudah ditanggul (sungainya)," sambung Sekretaris Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Zainal Arifin.
Selain terjadi di Kali Pabelan, banjir juga terpantau memenuhi hampir seluruh sungai yang berhulu di Gunung Merapi yang ada di Kabupaten Magelang. Di antaranya Kali Krasak, Kali Blongkeng, Kali Putih, dan Kali Lamat juga mengalami peningkatan debit air yang cukup signifikan.
Balai Penelitian dan Penyelidikan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta mencatat material vulkanik yang turun terbawa air hujan dari puncak Merapi, baru mencapai 15 persen dari total sekitar 140 juta meter kubik material yang dihasilkan dari erupsi gunung Merapi beberapa waktu lalu.
Hingga dua tahun pascaerupsi 2010, ancaman banjir lahar dingin masih terpusat di lima sungai. Yaitu, Kali Putih, Pabelan, Krasak, Blongkeng, dan Kali Batang yang masih menyimpan sekitar 30 persen endapan material vulkanik. Sehingga ancaman banjir lahar dingin tersebut diperkirakan baru akan berakhir dalam waktu tiga musim penghujan mendatang.
Sementara itu, aktivitas Gunung Merapi terus menunjukkan penurunan. Hal itu terlihat dari jumlah kegempaan yang tercatat di seismograf, setelah selama dua minggu lalu mengalami peningkatan signifikan.
Petugas Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Heru Suparwoko menjelaskan, pada Jumat (24/2) lalu terjadi gempa vulkanik dangkal sekali, gempa multiphase dua kali, dan guguran sekali. "Terpantau jumlah kegempaan terus menurun dibandingkan hari sebelumnya," katanya, kemarin.
Sehari sebelumnya, aktivitas Merapi menunjukkan gempa multiphase 14 kali, guguran 2 kali, dan gempa tektonik 3 kali. Dengan data ini menunjukkan bahwa kondisi Merapi aktif normal. Sehingga warga tidak perlu takut untuk beraktivitas di lereng Merapi. (vie/aro/jpnn/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diterjang Puting Beliung, Sidrap Berstatus Darurat
Redaktur : Tim Redaksi