jpnn.com - PEKAN lalu heboh kasus penyelundupan burung kakaktua jambul kuning atau Cacatua galerita, dengan modus dimasukkan ke botol air mineral.
Burung jenis tersebut sejak 2007 dinyatakan masuk golongan hewan appendix I. Artinya, hewan itu tak boleh dimanfaatkan untuk apa pun kendati sudah ditangkarkan. Harus tetap berada di kawasan konservasi. Ironisnya, hal itu malah membuatnya makin dicari. Penyelundupan marak. Modusnya tak jarang menyiksa si burung.
------------------
SEKITAR empat tahun terakhir, spesies parrot (paruh bengkok) menjadi salah satu pet yang paling dicari. Mulai versi paling kecil seperti lovebird hingga yang berwujud besar seperti keluarga kakaktua.
BACA JUGA: Bidikan Utama PDIP Mengarah ke Rini dan Andi
Mulai yang cukup murah di harga Rp 1 juta–Rp 3 juta untuk kakaktua jambul kuning, agak menengah atas untuk african grey (Rp 7 juta–Rp 15 juta), hingga jenis scarlet macaw yang berwarna mencolok dengan harga di atas Rp 25 juta.
Meski bukan yang paling pintar ataupun paling indah, jambul kuning tergolong favorit. Alasan utamanya, harganya tergolong murah untuk seekor kakaktua. Apalagi, sifat-sifat dasar parrot seperti jinak, mengenal manusia, dan agak manja masih kuat dipunyainya. Dengan mengeluarkan uang sekitar Rp 2 juta, sudah bisa diperoleh burung muda yang masih gampang dilatih.
BACA JUGA: Obbie Menangis, Minta Maaf ke Keluarga
Itulah yang kemudian membuat permintaan terhadap jambul kuning makin naik. Apalagi, harga burung di tempat asal masih murah. Tak sampai Rp 300 ribu per ekor. Umumnya, burung-burung itu didapatkan dari kawasan Indonesia Timur.
Saat satwa itu dibawa ke pasaran Jawa, harganya melambung, menjadi Rp 2 juta–Rp 3 juta per ekor. Dengan uang akomodasi dan transportasi, taruhlah sekitar Rp 500 ribu, keuntungan minimal Rp 1 juta per ekor bisa didapatkan oleh penyelundup.
BACA JUGA: Penghasilan Rp 120 Juta Per Hari, Sering ke Luar Negeri
Selama 2015, sudah ditemukan tiga kasus penyelundupan satwa di Pelabuhan Tanjung Perak. Pada tiga kasus itu, selalu ditemukan jambul kuning. Salah satunya terungkap pada 27 Februari lalu.
Polisi menemukan 182 satwa langka yang disembunyikan di bawah ruang mesin KM Gunung Dempo jurusan Jayapura–Tanjung Priok. Jenis satwa tersebut, antara lain, cenderawasih, kakaktua raja hitam, kakaktua jambul kuning, tupai terbang, bayan hijau, dan nuri kepala hitam. Petugas juga menemukan ular piton pohon.
Pada 2 Maret, polisi juga mengungkap penyelundupan satwa langka dengan modus yang nyaris sama. Petugas menemukan 42 satwa langka. Sebanyak 36 ekor di antaranya adalah kakaktua jambul kuning. Satwa tersebut disembunyikan di bawah kamar tidur penumpang.
Kasus itu terungkap ketika tercium bau busuk dari kapal. Ketika dicek, ternyata ditemukan beberapa bangkai burung. Di tempat tersebut, masih banyak burung yang hidup. Penyelundupan itu pun melibatkan oknum anak buah kapal (ABK). Polisi yang mengusut kasus itu menetapkan ABK tersebut sebagai tersangka.
Kasus serupa terjadi pada 4 Mei lalu. Petugas menemukan 23 burung kakaktua. Sebanyak 21 kakaktua di antaranya berjenis jambul kuning. Temuan tersebut sampai mengundang perhatian internasional. Sindikat penyelundup menyembunyikan kakaktua jambul kuning itu dengan memasukkannya ke botol air mineral. ”Tujuannya biar tidak meronta dan mudah dicurigai,” kata Kasubbaghumas Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Lily Djafar.
Modus itu sebenarnya klise. Dalam kasus di sejumlah daerah, penyelundupan burung menggunakan bambu yang dipotong. Ukurannya menyesuaikan besar burung. Dengan bambu tersebut, burung menjadi lebih nyaman selama disekap karena dindingnya dingin.
Dalam kasus terbaru, penyelundup tampaknya mencoba cara pintas, namun lebih menyiksa. Yakni, menggunakan botol air mineral yang bagian bawahnya dipotong. Burung dimasukkan dari bawah dengan posisi kepala berada di tutup botol.
Polisi menduga satwa-satwa tersebut bakal diturunkan di Surabaya. Tingginya permintaan membuat sindikat penyelundup berusaha membombardir pasar dengan mengirimkannya dalam jumlah besar. Lily mengatakan, tiga kasus yang terungkap itu bisa jadi hanya kondisi di permukaan. ”Kemungkinan besar ada yang sudah lolos,” katanya.
Menurut Direktur Utama PDTS KBS Aschta Nita Boestani Tajudin, memasukkan jambul kuning ke botol adalah salah satu modus umum yang sering ditemukan. Kakaktua itu sejatinya hewan yang cukup berisik. Paruhnya juga cukup kuat untuk bisa mengoyak barang yang agak keras. ”Kalau masuk botol, ia tidak bisa bergerak,” ujar dia.
Daya tahan satwa itu juga cukup lumayan. Meskipun dimasukkan ke botol, hewan yang banyak dijumpai di Papua tersebut bisa bertahan hidup sampai sepuluh jam tanpa diberi makan. Tentu ia tetap harus mendapatkan udara segar. ”Biasanya, bagian atas botol tetap dibiarkan terbuka,” tutur Aschta. (eko/may/did/jun/c11/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Apa Maksudnya Kurangi Jatah Menteri dari Parpol?
Redaktur : Soetomo