FOTO tidak hanya menjadi pelengkap berita di media massa. Lebih dari itu, foto memegang peranan penting sebagai bukti fakta visual sebuah peristiwa.
Karya foto berdasar tujuan pengambilan sebuah gambar, dapat dibedakan menjadi dua kategori. Karya dokumentasi dan juga jurnalistik. Sebuah foto, dalam dimensi apapun harus memiliki komposisi yang baik. Yakni adanya keselarasan dari garis, warna, bentuk, pattern, dan pencahayaan gelap terang.
Namun untuk menghadirkan komposisi itu, butuh kejelian insting seorang fotografer dalam hal menangkap momen yang tidak akan terulang dua kali. Kejelian insting ini meliputi point of interest atau subjek foto, yang bertujuan untuk memudahkan pemirsa dalam menemukan arti dari hasil foto Anda.
"Agar gambar yang terekam dalam frame kamera mampu bercerita. Pada siapa saja yang melihatnya," ungkap Tawakkal Basri menuturkan hal itu dalam mini workshop XL Sunday Class Photography yang berlangsung, Minggu (10/3) di ruang redaksi FAJAR (JPNN Group).
Selain subjek, seorang fotografer juga dituntut untuk mampu memilih background terbaik sebagai pelengkap gambar yang direkamnya. Pemilihan background yang tepat, mempermudah fotografer menyampaikan maksudnya melalui gambar yang direkam.
Lalu yang terakhir dalam menentukan komposisi foto adalah memilih sudut pandang. Dengan hal ini, maka foto yang dihasilkan akan membuat perspektif yang berbeda. Dapat dimulai dengan melakukan imajinasi terlebih dulu seperti apa foto yang ingin didapatkan, baru memilih lensa dan posisi yang tepat.
"Inilah yang membedakan hasil karya foto seorang fotografer media massa. Meski pada satu momen terdapat banyak fotografer yang mengambil gambar," tutur jurnalis foto Harian Fajar ini.
Tiga hal penting dalam membuat komposisi foto inilah, lanjut ayah dua anak tersebut, menjadi pembeda utama sebuah foto karya jurnalis dan foto dokumentasi biasa. Meski pada dasarnya, setiap foto memiliki unsur utama yang sama yaitu mengabadikan sebuah momen.
"Ada prinsip yang harus dimiliki seorang fotografer. Yaitu momen tidak bisa diulang. Ini akan membuat kita lebih jeli menangkap sudut gambar, lebih teliti, dan juga lebih kreatif. Pada akhirnya, mata dan pikiran akan terlatih menghadapi situasi apa pun," tutur pria yang akrab disapa Gea itu.
Lebih lanjut, lelaki yang telah memiliki karier 10 tahun sebagai fotografer media cetak ini menuturkan, bukan hal mudah untuk menghadirkan foto jurnalistik yang baik. Bagitu pun foto dokumentasi. Ia kemudian membeberkan triknya dalam melaksanakan tugas.
"Setiap mendapat tugas atau pun hendak mengambil gambar, saya usahakan untuk tenang dulu. Jangan emosi ketika memotret. Apa pun situasinya. Santai dulu, lihat situasi, lalu berpikir foto apa yang bagus ditampilkan dengan peristiwa atau momen yang terjadi. Baru kemudian memotret. Pendeknya jangan terburu melepaskan bidikan kamera," katanya.
Kejujuran, kata Tawakkal, adalah hal lain yang paling penting dalam mengambil foto jurnalistik. Jangan merekayasa sebuah foto, sebab dalam etika jurnalistik foto yang direkayasa termasuk pembohongan publik.
"Sebuah foto karya jurnalistik tidak bisa diedit untuk mengubah komposisi dasarnya. Seorang fotografer hanya diperbolehkan untuk mengubah dimensi foto atau croping dan mengatur cahaya dalam artian membuat foto lebih terang atau gelap. Tidak boleh lebih dari itu," urai Tawakkal.
Kepala Sekolah XL Sunday Class Photography, Irwansyah menuturkan apa yang dipaparkan Tawakkal menjadi satu ilmu baru bagi mereka yang selama ini menjalani hobi fotography.
"Banyak hal penting mengenai teknik foto yang kita tahu. Dari hal ini juga kami jadi paham, foto jurnalis itu lebih berbicara. Memiliki unsur ketelitian dan kreativitas yang tinggi. Itu tidak lagi terbantahkan," sebut pria yang akrab disapa Ciwang ini.
Sementara itu, bagi GM Finance & Management Service XL North Region, Awaluddin yang ikut ambil bagian dalam kegiatan Minggu pagi kemarin menuturkan bahwa ia mendapat tambahan pengetahuan mengenai kaidah photography.
"Ternyata sangat jauh berbeda, sebuah foto dokumentasi dan karya jurnalistik. Saya jadi lebih paham, bagaimana kesusahan teman-teman wartawan dalam bertugas di lapangan. Kegiatan ini juga memberikan tambahan pengetahuan yang sangat penting, dalam menjalankan hobi photography saya," papar Awaluddin.
Awaluddin menambahkan, sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, para siswa XL Sunday Class Photography akan diberi tugas untuk membuat karya foto jurnalistik. Tentunya, setiap karya harus mengandung unsur etika jurnalistik, 5w + 1H.
"Foto itu harus bercerita, mudah dipahami, dan karya nyata dari sebuah peristiwa. Tanpa ada tambahan editan sebagaimana karya foto penghobi pada umumnya," kata Awaluddin. (*/sil)
Karya foto berdasar tujuan pengambilan sebuah gambar, dapat dibedakan menjadi dua kategori. Karya dokumentasi dan juga jurnalistik. Sebuah foto, dalam dimensi apapun harus memiliki komposisi yang baik. Yakni adanya keselarasan dari garis, warna, bentuk, pattern, dan pencahayaan gelap terang.
Namun untuk menghadirkan komposisi itu, butuh kejelian insting seorang fotografer dalam hal menangkap momen yang tidak akan terulang dua kali. Kejelian insting ini meliputi point of interest atau subjek foto, yang bertujuan untuk memudahkan pemirsa dalam menemukan arti dari hasil foto Anda.
"Agar gambar yang terekam dalam frame kamera mampu bercerita. Pada siapa saja yang melihatnya," ungkap Tawakkal Basri menuturkan hal itu dalam mini workshop XL Sunday Class Photography yang berlangsung, Minggu (10/3) di ruang redaksi FAJAR (JPNN Group).
Selain subjek, seorang fotografer juga dituntut untuk mampu memilih background terbaik sebagai pelengkap gambar yang direkamnya. Pemilihan background yang tepat, mempermudah fotografer menyampaikan maksudnya melalui gambar yang direkam.
Lalu yang terakhir dalam menentukan komposisi foto adalah memilih sudut pandang. Dengan hal ini, maka foto yang dihasilkan akan membuat perspektif yang berbeda. Dapat dimulai dengan melakukan imajinasi terlebih dulu seperti apa foto yang ingin didapatkan, baru memilih lensa dan posisi yang tepat.
"Inilah yang membedakan hasil karya foto seorang fotografer media massa. Meski pada satu momen terdapat banyak fotografer yang mengambil gambar," tutur jurnalis foto Harian Fajar ini.
Tiga hal penting dalam membuat komposisi foto inilah, lanjut ayah dua anak tersebut, menjadi pembeda utama sebuah foto karya jurnalis dan foto dokumentasi biasa. Meski pada dasarnya, setiap foto memiliki unsur utama yang sama yaitu mengabadikan sebuah momen.
"Ada prinsip yang harus dimiliki seorang fotografer. Yaitu momen tidak bisa diulang. Ini akan membuat kita lebih jeli menangkap sudut gambar, lebih teliti, dan juga lebih kreatif. Pada akhirnya, mata dan pikiran akan terlatih menghadapi situasi apa pun," tutur pria yang akrab disapa Gea itu.
Lebih lanjut, lelaki yang telah memiliki karier 10 tahun sebagai fotografer media cetak ini menuturkan, bukan hal mudah untuk menghadirkan foto jurnalistik yang baik. Bagitu pun foto dokumentasi. Ia kemudian membeberkan triknya dalam melaksanakan tugas.
"Setiap mendapat tugas atau pun hendak mengambil gambar, saya usahakan untuk tenang dulu. Jangan emosi ketika memotret. Apa pun situasinya. Santai dulu, lihat situasi, lalu berpikir foto apa yang bagus ditampilkan dengan peristiwa atau momen yang terjadi. Baru kemudian memotret. Pendeknya jangan terburu melepaskan bidikan kamera," katanya.
Kejujuran, kata Tawakkal, adalah hal lain yang paling penting dalam mengambil foto jurnalistik. Jangan merekayasa sebuah foto, sebab dalam etika jurnalistik foto yang direkayasa termasuk pembohongan publik.
"Sebuah foto karya jurnalistik tidak bisa diedit untuk mengubah komposisi dasarnya. Seorang fotografer hanya diperbolehkan untuk mengubah dimensi foto atau croping dan mengatur cahaya dalam artian membuat foto lebih terang atau gelap. Tidak boleh lebih dari itu," urai Tawakkal.
Kepala Sekolah XL Sunday Class Photography, Irwansyah menuturkan apa yang dipaparkan Tawakkal menjadi satu ilmu baru bagi mereka yang selama ini menjalani hobi fotography.
"Banyak hal penting mengenai teknik foto yang kita tahu. Dari hal ini juga kami jadi paham, foto jurnalis itu lebih berbicara. Memiliki unsur ketelitian dan kreativitas yang tinggi. Itu tidak lagi terbantahkan," sebut pria yang akrab disapa Ciwang ini.
Sementara itu, bagi GM Finance & Management Service XL North Region, Awaluddin yang ikut ambil bagian dalam kegiatan Minggu pagi kemarin menuturkan bahwa ia mendapat tambahan pengetahuan mengenai kaidah photography.
"Ternyata sangat jauh berbeda, sebuah foto dokumentasi dan karya jurnalistik. Saya jadi lebih paham, bagaimana kesusahan teman-teman wartawan dalam bertugas di lapangan. Kegiatan ini juga memberikan tambahan pengetahuan yang sangat penting, dalam menjalankan hobi photography saya," papar Awaluddin.
Awaluddin menambahkan, sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, para siswa XL Sunday Class Photography akan diberi tugas untuk membuat karya foto jurnalistik. Tentunya, setiap karya harus mengandung unsur etika jurnalistik, 5w + 1H.
"Foto itu harus bercerita, mudah dipahami, dan karya nyata dari sebuah peristiwa. Tanpa ada tambahan editan sebagaimana karya foto penghobi pada umumnya," kata Awaluddin. (*/sil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Colorful Tetap Jadi Pilihan
Redaktur : Tim Redaksi