jpnn.com - JAKARTA - Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai, ada atau tidaknya dasar hukum terhadap rencana gelar perkara terbuka kasus dugaan penistaan agama calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, tak perlu menjadi perdebatan.
Karena pada dasarnya, gelar perkara hanyalah teknik kerja penyidik dalam menentukan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana terhadap sebuah perkara.
BACA JUGA: Ucap Selamat, Jokowi Ajak Trump Bangun Perdamaian Dunia
"Jadi yang penting harus dipastikan, bahwa gelar perkara hanya melibatkan unsur-unsur yang relevan. Yaitu pelapor, terlapor, penyidik, dan bagian pengawasan penyidik (Wasidik) Polri," ujar Ismail, Rabu (9/11).
Menurut Ismail, hal yang perlu diperhatikan, jika nantinya gelar perkara benar melibatkan Komisi III DPR. Dia menilai hal tersebut merupakan sebuah kekeliruan.
BACA JUGA: Menteri Asman Bicara Paradigma Baru Inovasi Pemerintahan di Korea
"Karena Komisi III bukan penyidik dan bukan penegak hukum. Rencana pembentukan tim pengawas kasus juga merupakan langkah off side," ujar Ismail.
Pengajar hukum tata negara pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini menyatakan pendapatnya, karena DPR berfungsi mengawasi pemerintahan dalam menjalankan perintah undang-undang. Bukan mengawasi kasus-kasus secara spesifik.
BACA JUGA: Sekjen HMI Dilepaskan, Ini Alasan Polisi
"Keterlibatan Komisi III DPR hanya akan mengundang potensi politisasi lebih jauh dan mengikis independensi penyidik. Jadi sekali lagi, gelar perkara terbuka adalah kreasi teknik kerja institusi Polri untuk menepis keraguan publik atas independensi Polri dalam kasus ini dan tidak melanggar hukum," ujar Ismail.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi: Saya Tegaskan Lagi Saya tak Lindungi Basuki Tjahaja Purnama
Redaktur : Tim Redaksi