Jangan Lupa, Golkar Jeblok Banget di Era Kepemimpinan Airlangga

Selasa, 05 November 2019 – 14:14 WIB
Airlangga Hartarto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Sulthan Muhammad Yus menyatakan, Golkar harus memanfaatkan musyawarah nasional (munas) mendatang untuk melakukan pembenahan menyeluruh. Menurutnya, Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto justru melempem karena suara partai berlambang beringin itu pada Pemilu 2019 anjlok dibandingkan 2014.

Sulthan mengatakan, partai-partai pengusung Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 seperti PDI Perjuangan, NasDem dan PKB mengalami peningkatan suara dibandingkan Pemilu 2014. Namun, hal itu tak berlaku pada Golkar.

BACA JUGA: Mengaku Punya Pendukung Militan, Bamsoet Bantah Terikat Komitmen dengan Airlangga

“Partai Golkar justru melempem. Perolehan suara dan kursi Golkar merosot dari 14,75 persen atau 91 kursi di Pemilu 2014, menjadi 11,71 persen atau 85 kursi di Pemilu 2019,” ujar Sulthon, Selasa (5/11).

Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia itu mencatat perolehan suara terjeblok Golkar terjadi pada masa kepemimpinan Airlangga. Golkar setelah menjadi jawara pada Pemilu 2004, lantas menjadi pelanggan posisi runner-up pada 2009 dan 2014.

BACA JUGA: Organisasi Tri Karya Golkar Resmi Mendukung Airlangga Hartarto

“Di bawah kepemimpinan Airlangga ini Golkar justru kehilangan tradisi juara atau runner-up dalam setiap pemilu. Golkar harus puas menjadi partai yang cuma finis di urutan ketiga,” tuturnya.

Lebih lanjut Sulthan mengatakan, perolehan suara atau kursi dalam pemilu merupakan indikator utama keberhasilan sebuah partai politik. Oleh karena itu, katanya, Golkar semestinya menjadikan hasil itu sebagai catatan dan bahan evaluasi.

“Perlu dicatat, dalam sejarah kepemimpinan Partai Golkar tidak ada ketua umum yang bertahan setelah gagal meningkatkan suara atau kursi dalam pemilu,” tegasnya.

Menurut Sulthan, kunci politik elektoral itu ada pada legitimasi rakyat. Oleh karena itu sebuah partai yang mengalami kemerosotan suara berarti menghadapi delegitimasi di mata rakyat.

“Ruang pembuktian setiap partai itu ada di momen pemilihan umum. Dalam hal ini partai Golkar bisa diktaegorikan sebagai salah satu partai yang mengalami delegitimasi tersebut,” ulasnya.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler