Jangan Mudah Terprovokasi Konflik Rohingya

Kamis, 07 September 2017 – 23:37 WIB
Pengungsi Rohingya tiba di Bangladesh. Foto: Reuters

jpnn.com, MYANMAR - Masyarakat diminta waspada terhadap politisasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal terkait tragedi etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.

Apalagi, krisis etnis Rohingya ini ‘dibumbui’ isu agama yang dianggap dapat merusak persatuan bangsa kalau tidak disikapi dengan cermat.

BACA JUGA: Apes, Pria Ini Tewas Usai Lamar Pacar

“Kita harus bisa mendudukkan persoalan masalah etnis Rohingya ini dengan cermat. Sebenarnya ini kan masalahnya multikonflik atau multifaktor yang sudah lama berkembang. Ada faktor geopolitik, ada faktor sumber daya alam, etnis dan faktor-faktor lainnya,” ujar peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Adnan Anwar di Jakarta, Kamis (7/9)

Mantan Wakil Sekjen PB NU itu menambahkan, tragedi etnis Rohingya di Myanmar bukanlah konflik agama meski  banyak umat muslim yang menjadi korban.

BACA JUGA: TNI AU-RSAF Pamer Kemampuan di Depan Jokowi dan PM Lee

“Lalu, jangan serta merta disimpulkan menjadi konflik antaragama. Ini kan konflik multifaktor, multisektoral.  Jadi, kalau ada yang mengatakan ini pembantaian terhadap umat Islam sudah pasti tidak benar. Masalah ini harus didudukkan yang sebenarnya,” ujar tokoh muda NU ini.

Menurutnya, adanya upaya mobilisasi masyarakat muslim dunia, termasuk masyarakat di Indonesia yang menyatakan bahwa konflik di Rakhine ini  masalah konflik agama tidak dibenarkan.

BACA JUGA: Habis Tanam Palem, Jokowi-PM Lee Bahas Kerja Sama Bilateral

“Dan tentunya itu sangat salah. Masyarakat harus lebih cerdas mencermati masalah tersebut dan jangan sampai terprovokasi. Kalau isu masalah agama itu terus dikembangkan bisa-bisa masyarakat kita yang terpecah,” ujarnya

Dirinya meminta masyarakat untuk tetap waspada agar tidak mudah diadu domba oleh segelintir kelompok tertentu yang berusaha mengajak masyarakat untuk pergi berjihad dengan dalih membantu etnis muslim Rohingnya di Myanmar

“Saya kira itu juga tidak relevan. Lalu di sini membikin aksi untuk menyerang agama tertentu. Bahkan melakukan demonstrasi di Candi Brobudur. Saya kira itu tidak tepat. Karena sejatinya masalah tersebut bukanlah isu agama.,” tuturnya..

Menurut dia, yang bisa dilakukan masyarakat saat ini yakni melakukan penekanan kepada pemerintah.

Sebab, pemerintah yang memiliki hak untuk bersuara di level ASEAN atau kepada PBB  untuk menekan pemerintah Myanmar agar aparat  militernya tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

“Harusnya seperti itu yang dilakukan. Yang bisa kita lakukan ini kan namanya second track diplomacy sebagai kekuatan masyarakat. Menyampaikan second track diplomacy itu harus ada di belakangnya pemerintah,” ujar pria yang ditunjuk sebagai pengembang organisasi NU di kawasan Timur Tengah ini. 

Langkah lainnya, menurut pria yang pernah menempuh pendidikan master di Belanda ini, yakni dengan membikin solidaritas kemanusiaan melalui donasi.

“Tindakan kita sebagai warga negara Indonesia ya di situ itu. Selebihnya kita tidak bisa berbuat apa-apa karena itu sudah mencampuri urusan negara orang lain,” ujarnya. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... JK: KTT OKI Momentum Memajukan Negara Islam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler