Jangan Paksa Inalum Pasok Listrik

Rabu, 05 Maret 2014 – 08:26 WIB

jpnn.com - JAKARTA -  Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa mengingatkan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) jangan terlalu dipaksa untuk memasok kebutuhan listrik Sumut.

Sejumlah alasan disampaikan koordinator Working Group on Power Restructuring Sector (WGPRS) itu. Pertama, PT Inalum didirikan bukan sebagai perusahaan pemasok listrik.

BACA JUGA: Intervensi Berkurang, Cadangan Devisa Naik Lagi

"Pembangkit yang dimiliki Inalum itu tujuan awalnya adalah untuk menggerakkan smelter. Jadi, kalau terlalu dipaksa memberikan tambahan pasokan listrik, malah bisa memunculkan persoalan baru di Inalum," terang Fabby kepada JPNN di Jakarta, kemarin (4/3).

Alasan kedua, defisit kebutuhan listrik di Sumut juga berkaitan erat dengan masalah-masalah pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan pembangkit. Menurutnya, masalah lahan inilah yang mestinya menjadi fokus untuk segera diselesaikan.

BACA JUGA: Impor Minyak Bisa Capai 1 Juta Bph

Jika persoalan yang sudah jelas ini tidak diselesaikan, tapi malah membebani Inalum, maka masalah bisa bertambah lagi. Yakni pembangunan pembangkit tidak kelar-kelar, di lain sisi rencana Inalum mengembangkan diri sebagai perusahaan yang kini telah dikelola BUMN, bisa terganggu.

"Jadi jangan hanya pertimbangan politis untuk minta listrik ke Inalum. Aspek ekonomi juga harus dihitung karena Inalum ini juga memberikan dampak positif bagi perekonomian Sumut ke depannya," ulas Fabby.

BACA JUGA: Impor Minyak Bisa Capai 1 Juta Bph

Karenanya, dia berharap pemda segera menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan masalah lahan untuk pembangkit. "Di Pangkalan Susu, Langkat itu misalnya. Di sana ada jalur transmisi yang belum tersambung karena warga mempersoalkan lahannya. Ini kewenangan pemda untuk menyelesaikannya," urainya.

Meski demikian, dia tidak menampik masih adanya peluang Inalum memberikan tambahan pasokan listrik, dari yang selama ini sudah diberikan sebesar 90 MW. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan.

Pertama, Inalum menghitung terlebih dahulu berapa kebutuhan energi listrik di angka yang paling aman, dengan memperhitungkan rencana pengembangan perusahaan ke depan.

"Kalau memang masih ada sisa, baru berikan untuk kebutuhan listrik Sumut. Tapi jika memang tidak ada sisa, ya jangan dipaksakan," ulasnya.

Kedua, menurut Fabby, mesim smelter Inalum tidak berproduksi selama 24 jam setiap harinya. Jadi beban kebutuhan listrik Inalum tidak sama dalam 24 jam sehari. Di jam-jam tertentu, kebutuhan istrik Inalum tidak dalam posisi puncak.

"Nah, itu bisa dihitung dan dirundingkan antara operator Inalum dengan operator PLN. Nanti di jam-jam di luar beban puncak, bisa dijual ke PLN untuk kebutuhan masyarakat Sumut," terangnya.

Sebelumnya, Dirut PLN Nur Pamudji kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjelaskan, pihaknya sudah pernah meminta pasokan 135 MW ke Inalum, namun pihak Inalum tidak berkenan memberikan.

"PLN telah mengajukan pasokan daya sampai 135 MW sesuai dengan kapasitas penyaluran PLN, namun masih belum dapat dipenuhi oleh Inalum. Oleh karenanya PLN mengharapkan dukungan dari pemda," tulis Nur Pamudji dalam suratnya ke DPD tertanggal 28 Oktober 2013.

Dalam surat jawabannya, Direktur Divisi Perencanaan dan Keuangan Inalum, Akio Kurosaka terang-terangan menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan PLN itu.

"Our maximum supply to PLN is 90 MW," demikian petikan surat jawaban yang diteken Akio Kurosaka.

Menurut Fabby, setelah Inalum sahamnya 100 persen dikuasasi pemerintah RI, PLN bisa berembug lagi dengan Inalum. Dengan catatan, kata Fabby, jangan sampai membebani rencana pengembangan Inalum. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Intervensi Berkurang, Cadangan Devisa Naik Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler