Jangan Perpanjang Masa Jabatan Kapolri, Itu Tindakan Tidak Realistis

Rabu, 12 Agustus 2020 – 15:14 WIB
Neta S Pane. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan bersamaan dengan maraknya bursa calon Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis yang akan pensiun, muncul tiga isu di kalangan elite pemerintahan khususnya internal Polri.

Neta menjelaskan, yang pertama ialah berkembangnya isu masa jabatan Idham akan diperpanjang lagi selama satu tahun. "Isu ini berkembang meski tidak realistis," tegas Neta, Rabu (12/8).

BACA JUGA: Kapolri Jenderal Idham Tidak Main-main soal Satu Ini, Ada Kalimat Pidanakan

Pasalnya, Neta menegaskan, perpanjangan masa pensiun itu melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Menurut Neta, dalam UU itu perwira Polri yang bisa diperpanjang masa pensiunnya ialah yang memiliki keahlian khusus, terutama forensik.

BACA JUGA: Kapolri Jenderal Idham Azis Mutasi Delapan Kapolda, Ini Daftar Lengkapnya

"Jabatan Kapolri bukan sebuah keahlian tetapi jabatan politik," ungkap Neta.

Ia menambahkan isu yang kedua ialah munculnya calon kuat Kapolri dari kalangan jenderal bintang dua yang akan naik menjadi bintang tiga, menjelang pengangkatan sebagai orang nomor satu di Korps Bhayangkara.

BACA JUGA: Neta IPW Sebut Calon Kapolri Jenderal Bintang Dua

Kebetulan, kata Neta, menjelang akhir tahun ada dua posisi jenderal bintang tiga yanh pensiun, yakni Sestama Lemhanas dan Kepala BNN.

"Untuk figur bintang dua yang akan jadi Kapolri ini ramai disebut-sebut adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Nana, yang pernah menjadi Kapolresta Solo saat Jokowi menjadi wali kota Solo," jelasnya.

Neta menambahkan isu ketiga itu ialah pergantian Kapolri akan terjadi akhir Agustus. Dia menegaskan tepatnya setelah pergantian Panglima TNI dan reshuffle Kabinet Indonesia Maju.

"Isu suksesi Polri di akhir Agustus ini menimbulkan polemik dan pertanyaan, apa mungkin? Namun, Jokowi pernah melakukan pergantian Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo padahal masa pensiunnya lima bulan lagi dan tidak ada masalah," paparnya.

Lebih jauh Neta menjelaskan terlepas dari isu tersebut, bursa calon Kapolri kali ini sangat menarik dicermati. Sebab, bursa calon kapolri diwarnai berbagai angkatan, mulai Akademi Kepolisian (Akpol) 1988 ada empat orang, Akpol 1989 satu orang, dan Akpol 1991 dua orang. "Serta satu figur dari non-Akpol," tegasnya.

Selain itu, lanjut Neta, bursa ini diwarnai tiga figur mantan Kapolres Solo atau Geng Solo yang sangat dekat dengan Jokowi. "Apakah Geng Solo yang akan terpilih memimpin Polri, kita tunggu saja," kata Neta.

Sebelumnya, Juni 2020 lalu, IPW merilis delapan nama bakal calon Tri Brata 1 atau TB 1 pengganti Idham.

Mereka ialah lima pati berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen) atau bintang tiga, serta tiga pati yang memiliki pangkat Inspektur Jenderal (Irjen) atau bintang dua.

Lima pati bintang tiga itu yakni Kepala Badan Intelijen Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Rycko Amelza Dahniel, Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komjen Agus Andrianto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, dan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.

Untuk tiga pati bintang dua ialah Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana, Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi, dan Kapolda Jawa Timur Irjen Fadhil Imran.

"Dari pantauan hingga awal Agustus ini, kekuatan delapan calon itu berimbang. Untuk peluangnya, tentu ada pada hak prerogatif presiden," kata Neta. "Soal peluang siapa yang akan menjadi Kapolri dari kedelapan figur itu baru bisa terbaca sebulan menjelang pergantian," lanjut dia. (boy/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler