JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI, Herlini Amran, menyatakan keputusan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang tak terbendung akan berdampak sistemik. Tidak hanya pada kebutuhan pokok dan transportasi, tapi juga biaya juga pendidikan.
Meski pemerintah mengiming-imingi siswa miskin mendapatkan bantuan siswa miskin (BSM), Herlini mengingatkan jangan sampai ada siswa dari keluarga tidak mampu yang tercecer tidak mendapatkannya.
“Jangan sampai ada siswa putus sekolah hanya karena ekonomi keluarganya tergerus dampak kenaikan BBM," kata Herlini, Selasa (18/6).
Berdasarkan data pemerintah ada 15,5 juta Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah secara nasional, yang menurut data TNP2K, anak-anak mereka berhak menerima BSM dengan total anggaran sekitar Rp 7,43 triliun.
“Apakah efektif menyelamatkan pendidikan anak-anak mereka yang jumlahnya mungkin lebih dari 16,6 juta siswa," ungkap Herlini mempertanyakan.
Persoalan lain menurut dia adalah tidak bisa diaksesnya data siswa yang berhak menerima BSM, sehingga antisipasinya, para orang tua siswa dan ketua RT harus proaktif mendatanya.
Herlini juga yakin masih akan ditemukan siswa miskin di lapangan yang tercecer atau tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu TNP2K sebagai penerima BSM.
"Karena itu perlu dibuka Pos Advokasi BSM yang mudah diakses siswa atau orang tuanya, jangan sampai menunggu korban anak putus sekolah dulu," pungkasnya.
Kekhawatirannya cukup beralasan karena mekanisme penyaluran BSM kali ini berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga dibutuhkan akurasi pendataan siswa penerima BSM.(Fat/jpnn)
Meski pemerintah mengiming-imingi siswa miskin mendapatkan bantuan siswa miskin (BSM), Herlini mengingatkan jangan sampai ada siswa dari keluarga tidak mampu yang tercecer tidak mendapatkannya.
“Jangan sampai ada siswa putus sekolah hanya karena ekonomi keluarganya tergerus dampak kenaikan BBM," kata Herlini, Selasa (18/6).
Berdasarkan data pemerintah ada 15,5 juta Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah secara nasional, yang menurut data TNP2K, anak-anak mereka berhak menerima BSM dengan total anggaran sekitar Rp 7,43 triliun.
“Apakah efektif menyelamatkan pendidikan anak-anak mereka yang jumlahnya mungkin lebih dari 16,6 juta siswa," ungkap Herlini mempertanyakan.
Persoalan lain menurut dia adalah tidak bisa diaksesnya data siswa yang berhak menerima BSM, sehingga antisipasinya, para orang tua siswa dan ketua RT harus proaktif mendatanya.
Herlini juga yakin masih akan ditemukan siswa miskin di lapangan yang tercecer atau tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu TNP2K sebagai penerima BSM.
"Karena itu perlu dibuka Pos Advokasi BSM yang mudah diakses siswa atau orang tuanya, jangan sampai menunggu korban anak putus sekolah dulu," pungkasnya.
Kekhawatirannya cukup beralasan karena mekanisme penyaluran BSM kali ini berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga dibutuhkan akurasi pendataan siswa penerima BSM.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Asal PKS Pilih Loyal ke SBY
Redaktur : Tim Redaksi