jpnn.com, JAKARTA - Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Aman Santosa menilai, literasi keuangan menjadi suatu hal yang penting agar para milenial dan gen z saat ini bisa mengedepankan kebutuhan dibanding keinginan.
Hal ini disampaikan Aman dalam kegiatan Financial Literacy Roadshow bertema “Visi Indonesia Emas 2045: Milenial Melek Keuangan, Cari Cuan dan Aman” yang digelar OJK dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) di Auditorium FEB UI, Depok, Selasa (6/9).
BACA JUGA: Interbat Meluncurkan Rangkaian Perawatan Soft Touch Aesthetics
“Jadi prinsipnya kalau kita sudah suka membeli yang tidak diperlukan, kalau membeli sesuatu yang tidak produktif, siap-siap lah tidak membeli barang-barang yang dibutuhkan sebelumnya,” ujar Aman.
Dalam pengelolaan keuangan, milenial dan gen z perlu memerhatikan hal-hal yang penting dalam memilih produk dan layanan jasa keuangan untuk mengelola manajemen keuangannya.
BACA JUGA: Standard Chartered Bank Gelar Panel Diskusi di Ajang ASEAN Indo-Pacific Forum
"Kenali produknya, pahami fiturnya, manfaat dan risikonya, pahami hak dan kewajiban sebagai konsumen, termasuk mekanisme perlindungan konsumennya," tutur Aman.
Para milenial dan gen z juga perlu memperhatikan barang-barang apa saja yang memang dianggap penting untuk kebutuhan sebelum terlanjur melakukan transaksi pembelian terhadap barang tersebut.
BACA JUGA: Kendalikan Pencemaran & Kerusakan Lingkungan di Jawa Timur, Pemprov Jatim Gandeng SIG
Hal terakhir yang bisa dilakukan dalam memilih produk ataupun layanan jasa keuangan adalah terkait dengan legalitasnya, apakah produk ataupun layanan tersebut diawasi oleh OJK atau tidak, dan bersifat legal atau ilegal.
“Intinya yang legal itu berizin di OJK, yang tidak legal tidak berizin dari OJK, kalau tidak berizin hampir dipastikan bisa menyesatkan," paparnya.
Sedangkan produk keuangan yang terdaftar di OJK, sudah tentu diawasi dan mengikuti aturan main yang harus dipatuhi sehingga konsumen akan relatif lebih aman. Untuk itu dia mengimbau, jangan sampai kaum milenial terjerumus ke dalam lingkaran pinjol ilegal. Dirinya meminta agar dapat membedakan mana pinjol yang legal dan ilegal di tengah menjamurnya pinjol yang menyesatkan masyarakat.
Salah satunya, tren penggunaan paylater untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti memesan makanan, fashion hingga agen perjalanan. Apalagi, belakangan kaum milenial dan gen z begitu dimanjakan dengan akses sektor finansial.
“Bayangkan saja dengan one click, mereka bisa melakukan apa saja seperti memesan makanan hingga produk fashion dengan pay latter,” imbuh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto.
Terlebih, layanan paylater uang saat ini hadir di berbagai platform digital memberikan kemudahan. Apalagi proses pendaftarannya relatif cepat dan pengajuannya mudah.
“Paylater itu dibuat menyenangkan bagi masyarakat. Ini yang menyebabkan layanan satu ini populer, termasuk di kalangan milenial dan gen z,” jelasnya.
Namun di satu sisi, penggunaan paylater yang berlebihan bisa menjadi bumerang bagi penggunanya. Alih-alih ingin memudahkan beragam kebutuhan hidup justru bisa membelit masalah finansial.
“Kita tidak sengaja klik ini, klik itu tapi kan akhir bulan hutangnya harus dibayar. Kalau tidak bisa dibayar bagaimana?,” bebernya.
Untuk itu, dirinya mewanti-wanti kaum muda untuk bijak dalam menggunakan layanan paylater. Jangan sampai menimbulkan masalah keuangan di kemudian hari.
Pasalnya, hal tersebut bisa memberikan credit score buruk bagi pengguna yang tercatat dalam BI Checking atau kini populer dengan istilah Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“Kalau nama kita sudah masuk kategori buruk, tentu saja akan merugikan di masa depan seperti tidak bisa mengajukan KPR rumah dan sebagainya,” tegasnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada