Jatam: Penerbitan Izin Tambang Jadi Mesin Uang Politik

Jumat, 24 Februari 2012 – 14:26 WIB
JAKARTA - Izin usaha pertambangan (IUP) baik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (Pemda) maupun pusat berkorelasi dengan peristiwa Pemiliham Umum Kepala Daerah (Pemilukada) dan Pemilu Presiden. Hal tersebut dikatakan oleh Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Andre S Wijaya, dalam acara diskusi bertema "Premanisme Politik di Jagat Nasional" di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (24/2).

"Pengeluaran izin usaha pertambangan selalu menjadi salah satu mesin uang politik. Indikasinya bisa dilihat dari sisi waktu izin diterbitkan yang selalu berdekatan dengan peristiwa Pemilukada dan Pilres," tegas Andre S Wijaya.

Sejak era 2004, lanjutnya, ada 9.662 izin usaha pertambangan, 144 kontrak karya, dan 166 perjanjian kontrak batu bara yang dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin daerah.

Sedangkan pada level nasional, sejak Pemilu 2004, kebijakan pemerintah menerbitkan izin untuk kawasan hutan lindung dengan berbagai dalih dibuka bagi pertambangan.

"Padahal, Undang-undang Kehutanan melarang praktik pertambangan di hutan lindung," tegasnya.

Bahkan pada tahun 2008, kata Andre  satu tahun menjelang Pilpres, pemerintah menerbitkan aturan baru mengenai sewa kawasan hutan lindung untuk pertambangan seharga Rp300 per meter persegi. Karena pertimbangan penerbitan izin pertambangan tidak berdasarkan pada aspek kesejahteraan rakyat setempat, imbuh dia, maka pada tahun 2011 terjadi berbagai kasus seperti Mesuji dan Bima berdarah yang oleh pemerintah diklaim sebagai tindakan yang anarkis.

"Dengan klaim anarkis itu, aksi penolakan tambang dibalas dengan serbuan aparat keamanan hingga menewaskan sejumlah masyarakat dan puluhan korban luka-luka. Sementara akar masalahnya tidak pernah disentuh," tegas Andre S Wijaya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diragukan Statusnya, Rifai Tegaskan Masih Dampingi Rosa

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler