Jazilul Fawaid: MPR Sepakat untuk Menunda Pembahasan RUU HIP

Kamis, 18 Juni 2020 – 22:45 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. Jazilul Fawaid. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan bahwa MPR telah sepakat dengan keputusan pemerintah untuk menunda atau menghentikan sementara pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

“Tadi siang, kami para pimpinan MPR telah menyetujui langkah pemerintah untuk menunda atau menghentikan sementara pembahasan RUU ini,” ujar Jazilul Fawaid dalam Diskusi Virtual Bedah RUU Haluan Ideologi Pancasila yang digelar PP IPNU, Kamis (18/6/2020).

BACA JUGA: Bamsoet: Pimpinan MPR Sepakat Hentikan Sementara Pembahasan RUU HIP

Jazilul mengatakan bahwa RUU HIP merupakan hal yang sensitif sehingga diperlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam proses pembahasan maupun isinya. Sebab, menurutnya, jika salah salah proses sosialisasinya kepada masyarakat, apalagi di tengah kondisi pandemik Covid-19 seperti sekarang, hal ini bisa berbahaya.

”Ini kalau sosialisasinya salah maka ini seperti membuka kotak pandora. Kalau dalam bahasanya PBNU, ini mengurai ikatan yang sudah kuat karena negara ini disebut darul mitsaq, negara kesepakatan. Pancasila merupakan kalimatun sawa’ yang menyatukan keragaman etnis, ras, budaya dan agama. Disebut juga mitsaqon gholidzo, perjanjian yang agung. Itu yang disebut dengan nilai-nilai dasar, karena itu tidak bisa diturunkan lagi menjadi undang-undang,” tuturnya.

BACA JUGA: Ini Hasil Kesepakatan Pimpinan MPR Soal RUU HIP

Menurut Jazilul, ide penguatan Pancasila tetap menjadi sesuatu yang penting, tetapi apakah dalam bentuk undang-undang atau melalui lembaga MPR dengan mengamandemen UUD dan memasukkan sesuatu yang sifatnya teknis.

“Sebab apa, ketika Presiden dilantik, Pimpinan MPR dilantik, itu tidak ada kata-kata setia pada Pancasila. Memang tidak ada di semua sumpah jabatan. Justru kalau di IPNU, PBNU, saat pelantikan itu ada setia karena Pancasila,” katanya.

BACA JUGA: Ratusan Kapal Nelayan Kepung Kapal Perang TNI AL, Ada Apa?

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian bagaimana membuat rumusan yang tepat dalam penguatan Pancasila. Sebab, diakuinya bukan perkara yang mudah merumuskan masalah ini. Apalagi, dalam draf yang ada saat ini, berbagai kalangan menolaknya.

“Semua ormas Islam itu menolak. Bahkan purnawirawan TNI menolak karena tahu sisi kesejarahan," ujar Jazilul.

“Memang menurut saya, wacana ini dihentikan saja. Apalagi di tengah pandemi. Tunggulah seandainya situasi normal kembali, kita bisa membaca keadaan, silaturahahmi bisa jalan sehingga sosialisasi terhadap ide penguatan Pancasila ini kalau mau dibentuk dalam RUU itu bisa lebih clear. Ini sampai sekarang gak clear karena memang naskahnya kurang clear. Sampai kepada masyarakat tidak clear lagi,” urainya.

Justru yang berkembang di tengah masyarakat, muncul berbagai pertentangan antara lain muncul isu komunis mau bangkit lagi atau mau menjadi sekuler.

“Kami sangat setuju adanya BPIP, tetapi kalau harus dipayungi hukum, harus hati-hati ketika pembahasan supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Karena kalau terjadi kesalahpahaman, itu sama dengan mengurai sesuatu yang sudah rapi, kemudian berantakan. Takutnya tidak sama, padahal ini adalah prinsip dasar,” katanya.

MPR, kata Jazilul, juga memiliki tugas yang salah satunya penguatan pilar-pilar kebangsaan. Sebelum lahirnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), ada Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), badan yang dibentuk Presiden. Bersama MPR, UK-PIP ditingkatkan statusnya lewat perpres sehingga lahir BPIP.

“Dari situ sebagian teman DPR menganggap perlu agar bpip ini tidak hanya cantolannya kepres, tetapi UU agar BPIP ini posisinya kuat. Kalau hanya lewat kepres, nanti ganti presiden kepres dicabut hilang,” katanya.

Menurut Jazilul, Pancasila memang mengalami pasang surut dan dinamika. Ketika menghadapi komunisme, lahirlah Pancasila, lahir juga Tap MPR Nomor II/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4). Era Reformasi, Tap II dicabut sehingga tidak ada lagi P4.

“Nah setelah P4 tidak ada, rupanya ada kegalauan, dunia masuk sistem global, ada kekhawatiran nasionalisme dan Pancasila digerus wacana-wacana global maka lahirlah BPIP,” katanya.

Nah, ketika rancanangan akademik RUU HIP, pihaknya mempertanyakan judul karena awalnya bukan RUU HIP, tetapi Pembinaan Ideologi Pancasila.

“Lebih teknis. Ini semacam P4. Ketika rumusannya berubah, judulnya berubah seperti sekarang, selain menyimpang dari tujuan awal penguatan kepada BPIP, filosofinya juga berubah maka wajar ada yang menafsirkan UU ateis, anti Tuhan, sekuler karena tidak menyebutkan dalam konsideran TAP MPRS soal larangan komunisme,” katanya.(jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler