BANYAK pilot, terutama pilot asing, yang menganggap wilayah udara Indonesia bak neraka. Frekuensi sering terganggu, bahkan tak jarang blind spot.
-----------------------
PARA pilot yang melintas kawasan udara Indonesia kerap mendapat sajian musik tak "terduga." Tiba-tiba saja ada musik dangdut, jazz, atau jenis musik lain nyelonong masuk ke frekuensi penerbangan. Sumbernya, frekuensi radio penyiaran.
"Kejadian seperti itu sering banget," kata pilot senior Garuda Indonesia Jeffery Adrian di Jakarta kemarin (12/5).
Pria yang kini menempuh pelatihan menjadi pilot Red Bull Air Race di Boston itu mengaku, saat masih aktif menjadi pilot komersial Garuda Indonesia, sudah akrab dengan gangguan seperti itu. "Bagaimana nggak kaget, sedang konsentrasi tiba-tiba dengar dangdutan," imbuhnya lantas ngakak.
Menurut dia, musik tersebut berasal dari frekuensi radio penyiaran umum yang sangat kuat sehingga merembes ke frekuensi penerbangan yang seharusnya aman dari segala gangguan. Dia menduga, saat ini banyak sekali perusahaan radio yang bersaing dengan menguatkan frekuensi penyiaran. "Seharusnya mereka (perusahaan radio) memperbanyak pemancar, jangan menguatkan sinyal," imbuhnya.
Tentu saja itu sangat mengganggu konsentrasi pilot. Apalagi, jika pilot sedang berkomunikasi dengan petugas air tower centre (ATC). "Jadi, kami harus lebih berkonsentrasi," imbuh pria yang meraih predikat pilot dari South Wind Flight Academy di Houston, Amerika Serikat (AS), dua tahun sebelum bekerja di Garuda Indonesia itu.
Bukan hanya radio penyiaran yang kerap nyelonong. Percakapan-percakapan telepon seluler pun masih sering bocor. Bahkan, dia pernah mendengarkan pembicaraan phone sex saat mengendalikan pesawat.
Yang lebih mengerikan, Jeffery mengaku beberapa kali kehilangan sinyal sama sekali alias blind spot. "Inilah yang membuat wilayah penerbangan kita dijuluki wilayah neraka. Kalau sudah masuk ke wilayah Indonesia, pilot asing mengatakan, "kita masuk ke wilayah neraka"," imbuhnya.
Karena itu, sangat penting bagi penumpang agar mematuhi peraturan untuk mematikan alat-alat elektronis selama terbang. Terutama pada saat pesawat hendak lepas landas dan mendarat. Sebab, itu adalah waktu krusial untuk sang pilot.
Meski begitu, kata dia, semua pilot sudah dibekali persiapan menerbangkan pesawat dalam kondisi sesulit apa pun. Jadi, meski mengalami kendala sulit, pilot harus bisa mengendalikan dan menerbangkan pesawat dengan selamat. Kata dia, pilot tidak mungkin pasrah dengan apa yang dialami.
Jeffrey pun berharap peristiwa kecelakaan Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Jawa Barat, bisa dijadikan pelajaran bagi semua pihak untuk membenahi dunia penerbangan tanah air.
Bukan hanya pemerintah dan maskapai penerbangan yang harus membenahi diri. Kesadaran masyarakat untuk membuat transportasi udara aman juga mesti ditingkatkan. (*c2//ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gowes Bersama Joy Riders, Komunitas Sepeda Terbesar Singapura (2-Habis)
Redaktur : Tim Redaksi