Lebih dari sepertiga jemaat gereja di Australia adalah warga yang lahir di luar negeri. Demikian hasil laporan Survei Kehidupan Gereja Nasional terbaru.

Survei yang menampilkan data lebih dari 280.000 peserta kebaktian gereja ini merupakan survei terbesar di Australia setelah sensus dan dilakukan setiap lima tahun sekali.
Angka terbaru menunjukkan bahwa warga pendatang generasi pertama dan kedua merupakan segmen populasi gereja yang semakin signifikan.
Direktur survei, Ruth Powell mengatakan bahwa wajah multikultural dari  Australia sangat terlihat dalam jemaat gereja.
"Proporsi peserta kebaktian gereja yang lahir di luar negeri adalah 28 persen pada tahun 2006, dan sekarang 36 persen pada tahun 2016," katanya.
"Saya belum mengetahuinya secara pasti, tapi saya yakin kami mungkin memiliki proporsi jemaat multikultural yang paling tinggi, mungkin di dunia."

BACA JUGA: Penambahan Foto SIM Perlu Untuk Identifikasi Pelaku Teror di Australia

Pendeta Fie Marino sangat bersemangat menyikapi perubahan wajah dalam komunitas gereja Australia.

ABC RN: Hemangini Patel


Sebagai konsultan bidang multikultural untuk Gereja Uniting, Pendeta Fie Marino merupakan seorang pendukung fanatik dalam hal merangkul keragaman dalam praktik keagamaan.

BACA JUGA: Australia Akan Miliki Transfer Antar Bank Lebih Cepat

"Sangat normal di Gereja Uniting untuk berdoa dalam bahasa yang berbeda, untuk menyanyikan pujian dalam bahasa yang berbeda, dan untuk melantunkan ‘Doa Bapa Kami’ dalam bahasa yang berbeda pada saat yang bersamaan," Pendeta Fie Marino, daru Uniting Church.

"Kami memberitahu jemaat kami: 'Berdoalah kepada Bapa dengan bahasa hatimu'."

BACA JUGA: Suhu di Melbourne dan Sydney Bisa Mencapai 50 Derajat

Desakan untuk pendekatan top-down

Namun, sementara keragaman meningkat di antara jemaat gereja Australia, Ruth Powell menunjukkan bahwa mereka yang berada dalam posisi kepemimpian tidak banyak mengalami perubahan.

"Ada kesenjangan di sana, dalam artian Anda melihat pria kulit putih yang berada di posisi kepemimpinan," katanya.
"Tapi orang mengatakan bahwa kita perlu melihat lebih banyak keragaman, kita perlu memberi lebih banyak kesempatan dalam komunikasi antarbudaya.”
“Kami memiliki posisi yang baik untuk melakukan ekspresi inovatif dan fantastis di Australia."

Pendeta Fie Marino setuju bahwa representasi yang lebih baik diperlukan di posisi otoritas.

"Sistem kepemimpinan, rapat dewan dan komite sangat dominan diwarnai gagasan dan konstruksi Barat,” katanya.

"[Peserta kebaktian dari] kawasan di Kepulauan Pasifik, Asia, Afrika dan Timur Tengah tidak mengerti struktur tersebut.”
"Kami sedang berupaya menuju ke arah di mana keragaman dari gereja dapat berbicara ke dalam ruang yang mereka rasa merupakan bagian di dalamnya.”

Ikuti berita ini dalam Bahasa Inggris disini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Internasional Terbaik NSW Berambisi Jadi Presiden Tanzania

Berita Terkait