JAKARTA - Irjen Djoko Susilo menantang KPK. Tak terima dikenai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus simulator, melalui Kuasa Hukumnya, Hotma Sitompul, dia siap melakukan pembuktian terbalik atas sangkaan KPK terkait penerapan pasal pencucian uang kepada kliennya.
’’Siap, siap selalu melakukan pembuktian terbalik. Tanya ke KPK sudah punya bukti apa. Kenapa tidak dari awal, kami semua mengetahui dari media bahwa ada Pasal TPPU dikenakan kepada Irjen Djoko,’’ katanya usai mendatangi Kantor KPK, Selasa (15/1).
Sebelumnya, dalam kasus pengadaan peralatan SIM di Korlantas Polri, KPK menjerat Djoko dengan pasal TPPU, yakni Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 UU No. 15/2002 tentang tindak pidana yang sama.
Hotma mengaku terkejut dengan sangkaan KPK tersebut. Pasalnya, ia mempertanyakan pencucian uang bagaimana yang dimaksudkan oleh Komisi Antirasuah tersebut. Dirinya justru mempertanyakan uang yang dimaksudkan sebagai tindak pencucian uang itu uang yang mana. Dan, soal kepemilikian rumah mewah dan aset lain dari Irjen Djoko yang diduga terkait pencucian uang tersebut, pihaknya menekankan kepada KPK untuk membuktikan terlebih dahulu seluruh kekayaan kliennya tersebut.
’’Hati-hati salah menghitung, nenek moyang saya punya harta banyak, harus dibuktikan dulu kekayaannya. Tidak boleh begitu bicaranya, harus dibuktikan dulu kekayaannya,’’ jelasnya.
Ia menambahkan dalam pemeriksaan Djoko, maka harus ada tempos delicti (waktu dilakukan tindak pidana), yaitu barang yang disita dari hasil kejahatan. ’’Supaya masyarakat tahu, harus ada tempos delicti, barang yang disita harus dari dari hasil kejahatan, diduga dari hasil kejahatan, jangan main sikat semua. Semua disikat berbundel-bundel,’’ tambahnya
Dalam kesempatan sama, Pengacara Irjen Djoko lainnya, Tommy Sihotang juga mengaku terkejut atas penetapan pasal TPPU terhadap kliennya. Bahkan, pihaknya juga mempertanyakan uang yang dimaksudkan KPK sebagai pencucian uang, itu uang mana.
’’Belum tahu, kami tidak diberitahu kalau klien kami dikenai Pasal Pencucian Uang, makanya saya mau mendiskusikannya ke Rutan,’’ ujar Tommy Sihotang, penasihat hukum Irjen Djoko lainnya.
Saat ini, pihaknya mengaku akan mempelajari terlebih dahulu mengenai tudingan KPK tersebut dengan menjerat kliennya dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). ’’Kalau dibilang cuci uang, uang dari mana. Makanya kita akan diskusikan dulu di Rutan Guntur,’’ jelasnya.
Di tempat terpisah, Pakar Hukum Pidana dan Tindak Pencucian Uang Yenti Garnasih mengatakan, penerapan Pasal TPPU terhadap Irjen Djoko merupakan keputusan tepat. Pasalnya, uang hasil korupsi pengadaan simulator SIM tersebut besar kemungkinan dinikmati atau mengalir ke pihak lain.
’’Perbuatan mengalirkan atau menikmati hasil kejahatan korupsi adalah salah satu bentuk perbuatan pencucian uang,’’ katanya melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (14/1).
Sebagai antisipasi, pihaknya menyarankan kepada KPK agar menyatukan berkas perkara agar dijadikan dalam satu dakwaan kumulatif atau berlapis. Akibatnya, bagi Djoko tentu hukuman yang ditimpakan kepada yang bersangkutan akan jauh lebih berat daripada hanya dikenakan satu dakwaan.
’’Dalam konsep hukum pidana dikenal dengan adanya penggabungan tindak pidana atau concursus realis. Dan ini sah-sah saja,’’ jelasnya.
Yenti menambahkan, ke depan dirinya berharap KPK lebih sering menggunakan pasal-pasal TPPU kepada pelaku korupsi. Mengingat dengan pengenaan pasal-pasal TPPU tersebut, upaya memiskinkan koruptor mempunyai peluang lebih besar.
’’Jadi selain dapat memenjarakan pelaku korupsi, mereka juga mampu merampas harta koruptor. Ini efektif daripada pengenaan Pasal 18 UU Tipikor,’’ imbuhnya.
Perlu diketahui, pengenaan dua sangkaan ini pernah juga dilakukan kepada Wa Ode Nurhayati dalam kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah. KPK menjerat mantan Anggota Badan Anggaran DPR RI tersebut dengan pidana akumulatif 14 tahun kurungan dengan perincian 4 tahun kurungan untuk kasus korupsi yang dilakukannya dan 10 tahun untuk tindakan pencucian uang dari hasil korupsinya. (sar)
’’Siap, siap selalu melakukan pembuktian terbalik. Tanya ke KPK sudah punya bukti apa. Kenapa tidak dari awal, kami semua mengetahui dari media bahwa ada Pasal TPPU dikenakan kepada Irjen Djoko,’’ katanya usai mendatangi Kantor KPK, Selasa (15/1).
Sebelumnya, dalam kasus pengadaan peralatan SIM di Korlantas Polri, KPK menjerat Djoko dengan pasal TPPU, yakni Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 UU No. 15/2002 tentang tindak pidana yang sama.
Hotma mengaku terkejut dengan sangkaan KPK tersebut. Pasalnya, ia mempertanyakan pencucian uang bagaimana yang dimaksudkan oleh Komisi Antirasuah tersebut. Dirinya justru mempertanyakan uang yang dimaksudkan sebagai tindak pencucian uang itu uang yang mana. Dan, soal kepemilikian rumah mewah dan aset lain dari Irjen Djoko yang diduga terkait pencucian uang tersebut, pihaknya menekankan kepada KPK untuk membuktikan terlebih dahulu seluruh kekayaan kliennya tersebut.
’’Hati-hati salah menghitung, nenek moyang saya punya harta banyak, harus dibuktikan dulu kekayaannya. Tidak boleh begitu bicaranya, harus dibuktikan dulu kekayaannya,’’ jelasnya.
Ia menambahkan dalam pemeriksaan Djoko, maka harus ada tempos delicti (waktu dilakukan tindak pidana), yaitu barang yang disita dari hasil kejahatan. ’’Supaya masyarakat tahu, harus ada tempos delicti, barang yang disita harus dari dari hasil kejahatan, diduga dari hasil kejahatan, jangan main sikat semua. Semua disikat berbundel-bundel,’’ tambahnya
Dalam kesempatan sama, Pengacara Irjen Djoko lainnya, Tommy Sihotang juga mengaku terkejut atas penetapan pasal TPPU terhadap kliennya. Bahkan, pihaknya juga mempertanyakan uang yang dimaksudkan KPK sebagai pencucian uang, itu uang mana.
’’Belum tahu, kami tidak diberitahu kalau klien kami dikenai Pasal Pencucian Uang, makanya saya mau mendiskusikannya ke Rutan,’’ ujar Tommy Sihotang, penasihat hukum Irjen Djoko lainnya.
Saat ini, pihaknya mengaku akan mempelajari terlebih dahulu mengenai tudingan KPK tersebut dengan menjerat kliennya dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). ’’Kalau dibilang cuci uang, uang dari mana. Makanya kita akan diskusikan dulu di Rutan Guntur,’’ jelasnya.
Di tempat terpisah, Pakar Hukum Pidana dan Tindak Pencucian Uang Yenti Garnasih mengatakan, penerapan Pasal TPPU terhadap Irjen Djoko merupakan keputusan tepat. Pasalnya, uang hasil korupsi pengadaan simulator SIM tersebut besar kemungkinan dinikmati atau mengalir ke pihak lain.
’’Perbuatan mengalirkan atau menikmati hasil kejahatan korupsi adalah salah satu bentuk perbuatan pencucian uang,’’ katanya melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (14/1).
Sebagai antisipasi, pihaknya menyarankan kepada KPK agar menyatukan berkas perkara agar dijadikan dalam satu dakwaan kumulatif atau berlapis. Akibatnya, bagi Djoko tentu hukuman yang ditimpakan kepada yang bersangkutan akan jauh lebih berat daripada hanya dikenakan satu dakwaan.
’’Dalam konsep hukum pidana dikenal dengan adanya penggabungan tindak pidana atau concursus realis. Dan ini sah-sah saja,’’ jelasnya.
Yenti menambahkan, ke depan dirinya berharap KPK lebih sering menggunakan pasal-pasal TPPU kepada pelaku korupsi. Mengingat dengan pengenaan pasal-pasal TPPU tersebut, upaya memiskinkan koruptor mempunyai peluang lebih besar.
’’Jadi selain dapat memenjarakan pelaku korupsi, mereka juga mampu merampas harta koruptor. Ini efektif daripada pengenaan Pasal 18 UU Tipikor,’’ imbuhnya.
Perlu diketahui, pengenaan dua sangkaan ini pernah juga dilakukan kepada Wa Ode Nurhayati dalam kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah. KPK menjerat mantan Anggota Badan Anggaran DPR RI tersebut dengan pidana akumulatif 14 tahun kurungan dengan perincian 4 tahun kurungan untuk kasus korupsi yang dilakukannya dan 10 tahun untuk tindakan pencucian uang dari hasil korupsinya. (sar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Daming Minta Maaf, KY Tetap Usut
Redaktur : Tim Redaksi