Serangan di luar pabrik roti itu menewaskan sedikitnya 15 orang dan melukai puluhan lain. Pembantaian Talbiseh itu terjadi hanya sehari pasca-serangan serupa di pabrik roti di Kota Halfaya, Provinsi Hama, Minggu lalu (23/12). Para aktivis menyebut bahwa pembantaian di Halfaya tersebut menewaskan lebih dari 100 orang.
Menurut para aktivis oposisi, militer Syria melancarkan serangan udara lagi terhadap antrean panjang warga yang membeli roti di Talbiseh, dekat Kota Homs, sekitar 162 kilometer utara Damaskus. ’’Enam anak-anak termasuk di antara 15 korban tewas dalam serangan itu,’’ kata seorang aktivis.
Dua serangan secara beruntun itu terjadi di wilayah yang dikenal sebagai kantong oposisi sekaligus pusat perlawanan antipemerintah. Yakni, Homs dan Hama. Tapi, rezim Assad membantah berada di balik serangan itu. Mereka menolak telah melancarkan serangan udara meskipun ada sejumlah bukti kuat yang mendukung. Sebaliknya, mereka menuduh kelompok teroris sengaja melakukannya, lalu merekamnya untuk memojokkan militer Syria.
Selain pembantaian di pabrik roti, warga sipil Syria juga menjadi korban serangan gas misterius. Seorang dokter di Kota Homs melaporkan bahwa enam orang tewas setelah terpapar gas itu. Menurut dr Abu Al Fida, dirinya merawat sekitar 30 orang korban gas. Padahal, lebih dari 60 orang terkena gas itu pekan ini.
Dia membeber bahwa warga yang berada dekat sumber gas tersebut mengalami gejala, seperti lumpuh mendadak, kejang, dan kontraksi otot. Bahkan, pada beberapa kasus terjadi kebutaan. Yang agak jauh dari sumber gas tiba-tiba sulit bernapas, mengalami disorientasi dan halusinasi, serta nervous dan tak bisa mengontrol anggota tubuhnya. Gejala ini mirip dengan yang dialami korban serangan gas airmata.
Menurut Al Fida, para korban itu akhirnya pulih kembali setelah diberi atropine. Obat jenis itu juga digunakan untuk merawat pasien korban gas sarin (gas kimia beracun). Tapi, dia belum bisa memastikan jenis gas yang meracuni warga tersebut. ’’Gas itu sepertinya berwarna putih dalam sekilas, tetapi kemudian hilang,’’ tuturnya.
Rami Abdulrahman, direktur the Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), menuturkan bahwa enam pejuang oposisi meninggal setelah menghirup gas putih yang tidak berbau itu. ’’Gas tersebut keluar dan menyebar di wilayah permukiman di Kota Homs setelah anggota pasukan rezim (Assad) melemparkan bom asap,’’ ujarnya kemarin. ’’Kata aktivis, siapa saja yang menghirup gas itu akan merasakan sakit kepala luar biasa dan mual. Beberapa di antaranya kemudian kejang-kejang,’’ tambahnya.
Sementara itu, seorang aktivis bernama Hasan al-Rajb mengisahkan tragedi pembantaian Halfaya Minggu lalu. ’’Dari jarak 200 meter, saya melihat banyak jenazah korban saat saya berjalan menuju pabrik roti,’’ jelasnya. ’’Kondisi mayat-mayat itu tidak bisa digambarkan. Bertumpukan satu dengan lainnya. Pemandangan yang mengerikan dan tidak bisa digambarkan dengan kata-kata,’’ ungkapnya.
Al-Rajb pun merekam kejadian pertama setelah terjadi serangan udara. Warga yang melintas berteriak histeris saat coba mengevakuasi para korban dari rreuntuhan bangunan. Kekagetan mereka atas serangan udara tersebut kemudian berubah menjadi ledakan kemarahan.
’’Di mana dunia" Lihatlah mayat-mayat ini. Padahal, mereka sedang antre untuk membeli roti,’’ ratap seorang pria sambil menunjuk ke arah para korban, seperti terekam dalam video.
Aktivis menyatakan bahwa pejuang oposisi menguasai Halfaya sejak sepekan lalu. ’’Namun, tentara pemerintah lantas mengepung Halfaya. Akibatnya, kami terisolasi dari dunia luar,’’ kata al-Rajb. ’’Tidak ada yang boleh masuk atau keluar dari Halfaya. Bahkan, untuk mendapatkan air dan roti pun, kami tidak bisa,’’ jelasnya.
Pembantaian Halfaya itu langsung menuai kecaman dari seluruh dunia. Pemerintahan Presiden AS Barack Obama menyampaikan reaksi mereka atas insiden tersebut. ’’Kami mengutuk keras serangan keji rezim Syria atas masyarakat sipil, khususnya terhadap mereka yang sedang mengantre roti di Halfaya,’’ kata jubir Departemen Luar Negeri AS lewat pernyataan resmi Senin lalu.
Menurut Washington, serangan brutal itu menunjukkan bahwa rezim yang berkuasa di Syria tak punya masa depan lagi. ’’Mereka yang terlibat jelas harus bertanggung jawab di depan hukum. AS menyerukan kepada semua pihak yang terus membantu rezim (Syria) dalam memerangi rakyatnya agar segera menghentikan tindakan mereka,’’ tandasnya.
Inggris juga mengutuk pembantaian itu. Alistair Burt, diplomat Inggris, mengaku kaget dengan pembantaian di Halfaya. Jika terbukti dilakukan oleh rezim Syria, tegas dia, pembantaian itu adalah pelanggaran HAM berat selama pecahnya revolusi di Syria. (CNN/AFP/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rudal Jet Tempur Militer Syria Tewaskan 90 Nyawa
Redaktur : Tim Redaksi