Jhoni Allen: AHY Tidak Punya Sejarah Perjuangan di Demokrat

Sabtu, 16 Oktober 2021 – 19:56 WIB
Jhoni Allen Marbun. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekjen DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Jhoni Allen Marbun mengatakan sejak awal Demokrat selalu ingin menjadi partai yang terbuka, humanis, dan dimiliki seluruh rakyat Indonesia.

"Bukan sebaliknya, yakni partai milik keluarga tertentu dengan tindakan semena-mena," kata Jhoni dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (16/10).

BACA JUGA: Anak Buah AHY Sebut Pendukung Moeldoko Melempem di Sidang, Berisik di Luar

Jhoni meluruskan pemberitaan dan informasi yang beredar, yang menurutnya cenderung menyesatkan, memberikan tafsir rekayasa, dan memutarbalikkan fakta.

"Hal itu bukanlah yang pertama kali mereka lakukan. Yang awalnya dibilang pecah, padahal tidak ada perpecahan dalam perjuangan. Yang ada dalam perjuangan itu adalah kekompakan, walaupun ada perbedaan pendapat," kata Jhoni.

BACA JUGA: Ini Sungai Cileueur Ciamis, Lokasi yang Menewaskan 11 Siswa

Dalam tubuh partai politik, Jhoni menilai perbedaan pendapat itu adalah cermin kekuatan semangat dan kekuatan perjuangan.

"Tetapi di sebelah sana (Kubu SBY-AHY, red) ada yang selalu mencari muka, asal bapak senang. Memberikan masukan yang salah tetapi disukai, yang pada akhirnya, pada waktunya meledak. Dan ini pun saya sudah sampaikan kepada Pak SBY pada saat saya diundang didampingi Benny K Harman," katanya.

BACA JUGA: Ternyata, di Sini KPK Menangkap Anak Alex Noerdin

Dia menjelaskan mengapa mengambil posisi berseberangan dengan Kubu SBY dan AHY. Jhoni mengaku ingin agar Partai Demokrat yang sesungguhnya, yang diinginkan para pendiri.

"Pak SBY itu ketua umum keempat. Sepanjang kepemimpinan ketua umum sebelumnya tidak pernah ada masalah walaupun terjadi perbedaan pandangan. Justru terjadi dinamika, perbaikan atas perbedaan pendapat. Kalau sekarang tidak. Mereka mengadopsi kekuatan-kekuatan yang menurut mereka paling benar dan mereka merasakan bahwa itu miliknya," tutur dia.

Jhoni mencontohkan AHY. Katanya, sejak kapan anak sulung SBY itu tercatat secara resmi menjadi kader dan pengurus Partai Demokrat.

"Kemudian AHY direkayasa menjadi ketua umum. Dari mana asal kadernya? Melalui Kogasma? Apakah dia (Kogasma) masuk ke dalam struktur Partai Demokrat? Tidak. Sejak kapan ada Kogasma di Partai Demokrat? Di struktur mana dia? Kogasma sekarang sudah hilang," sindir Jhoni.

Jhoni juga mengklarifikasi pernyataan jika AHY pernah menjabat sebagai wakil ketua umum Partai Demokrat.

"Kapan dia jadi wakil ketua umum? Forum apa yang menjadikan dia wakil ketua umum? Apakah ada hal mendesak terjadi kekosongan kursi wakil ketua umum dan itu menjadi masalah? Tidak," tegas Jhoni.

Saat itu, dia menyebut SBY masih menjabat posisi sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Lantaran mendapat legitimasi yang kuat dari sang ayah, AHY pun bertindak arogan.

"AHY bertindak semena-mena terhadap kami, para kader dari Sabang sampai Merauke. Yang tidak setuju dengan pendapatnya, terjadi perbedaan pendapat, pecat," cerita Jhoni.

"Kenapa kami melawan, karena tidak sesuai dengan khitah Partai Demokrat yang diinginkan para pendiri sebagai partai terbuka, partai modern dan partai yang bebas dari tirani," kata dia.

Di berbagai kesempatan, Jhoni menyebut SBY selalu mengajak agar kader harus menjadi Demokrat sejati. Namun, kata dia, fakta justru menunjukkan sebaliknya.

"Dalam AD/ART 2020 hanya ada dua pemegang kekuasaan tertinggi yakni Ketua Majelis Tinggi Pak SBY dan AHY yang kita tidak tahu kapan dia jadi kader Demokrat, kecuali pada saat pencalonan gubernur DKI Jakarta yang gagal itu. Itu pun sedikit dipaksakan. Saat itu saya menjadi tim. Tiba-tiba kok berubah," kata dia.

"Jadi, jangan pernah percaya berita-berita yang suka memutarbalikkan fakta. Dari dulu ini bukan yang pertama dan mungkin juga bukan yang terakhir yang dilakukan kubu sebelah, karena mereka kebingungan atas ulah mereka sendiri," tambah Jhoni.

Dengan begitu, Jhoni menyebut sesungguhnya yang sedang kubu AHY lawan adalah diri mereka sendiri, bukan kubu Partai Demokrat hasil KLB.

"Jadi, yang dilawan sesungguhnya bukan kami, tapi diri mereka sendiri yang menyatakan telah melalui proses demokratis ternyata ada kediktatoran. Dikatakan bahwa partai ini milik rakyat, faktanya, pelaksanaannya partai ini milik kelompok dan keluarga Cikeas," papar dia.

Sebagai contoh, mahkamah partai diangkat oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yakni SBY, baru dikirim ke Kemenkumham. Lalu, ketua umum berhak mengangkat dan memberhentikan dewan pimpinan pusat, membatalkan keputusan DPD dan DPC.

"Ini yang lari dari substansi keorganisasian Partai Demokrat yang dibangun sejak tahun 2001," tegas dia.

Menilik kepada sejarah, Jhoni paham betul bagaimana SBY berproses di Partai Demokrat.

Saat itu, Demokrat tengah menggelar rapat pimpinan nasional (rapimnas) di Bogor. Kebetulan Jhoni mengaku yang menjabat ketua panitia rapimnas Partai Demokrat.

"Di situlah SBY secara terbuka menyatakan bergabung ke Partai Demokrat. Saat itu beliau bersama Max Sopacua," terang Jhoni.

Dikatakannya, apa yang dia lakukan dan rekan-rekannya saat ini adalah upaya memberikan masukan untuk kembalinya Partai Demokrat ke jalan yang benar.

"AHY tidak paham dinamika Partai Demokrat, makanya dia semena-mena, karena dia tidak punya sejarah perjuangan di Demokrat. Di mana sejarah perjuangannya? Menikmatinya iya. Menikmati pilkada-pilkada dengan kesewenangan, yang berbeda pendapat dan tidak sesuai dengan yang diinginkan diganti," ulas Jhoni.

Sementara jauh sebelum hal itu terjadi, Jhoni menilai tak pernah hal tersebut dilakukan oleh para petinggi Partai Demokrat sebelumnya.

"Kita dulu tidak pernah mencampuri pilkada tingkat dua, kecuali tingkat satu berdasarkan masukan dari mereka. SBY tahu itu. Tetapi sekarang terbalik. Bahkan ada iuran tingkat dua dan tingkat satu yang ditarik ke DPP. Dulu tak pernah kita tarik, malah kalau perlu kita bantu, ya kita bantu," tutur dia.

"Jadi, jangan pernah percaya pemutarbalikkan fakta yang tidak masuk akal dan nurani kita. Itulah yang mendorong kami melaksanakan KLB. Diberi masukan tidak mau, malah main pecat. KLB ini tidak bertentangan dengan UU tentang Partai Politik dan AD/ART Partai dalam rangka memperjuangkan kedaulatan anggota dalam menegakkan demokrasi," kata Jhoni. (dkk/jpnn)


Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler