Jika Gerindra Gabung Koalisi Jokowi, 68 Juta Pendukung Prabowo Pasti Kecewa

Sabtu, 12 Oktober 2019 – 23:25 WIB
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Manuver politik Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang sebentar lagi bakal gabung ke Koalisi Pemerintahan Presiden Jokowi, dinilai akan membuat kecewa 68 juta pendukungnya di Pilpres 2019.

Analis politik Ujang Komarudin mengatakan Prabowo dan Gerindra seharusnya tetap menjaga kepercayaan pemilih dan pendukung dengan tetap menjadi oposan pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin. Bukan justru ikut masuk dalam pusaran kekuasaan.

BACA JUGA: Gerindra Cenderung Masuk Koalisi Jokowi, Mardani PKS Panjatkan Doa Kayak Begini

Bahkan, kata Ujang, jika Gerindra benar-benar masuk kabinet yang akan diumumkan sekitar 20 atau 21 Oktober medatang, maka tidak hanya pendukung Prabowo yang kecewa, tetapi masyarakat juga akan menilai jika partai politik hanya ingin mengincar kekuasaan, bukan memperjuangkan janjinya kepada rakyat.

“Seharusnya Gerindra jadi oposisi saja. Karena pendukungnya (Prabowo) banyak yang menginginkan Gerindra berada di luar kekuasaan," kata Ujang di Jakarta, Sabtu (12/10).

BACA JUGA: Para Tokoh Muhammadiyah Ini Dianggap Layak Masuk Kabinet Jokowi-Amin

Menurut Ujang, sebagai mantan calon presiden, Prabowo seharusnya menyadari bahwa puluhan juta pemilih yang mendukungnya di Pilpres lalu, sekurang-kurangnya tidak menyukai pemerintahan Jokowi selama periode pertama. Hal ini pantas jadi pertimbangan agar Gerindra tetap memposisikan diri sebagai oposan pemerintah.

"Menjadi oposisi sama-sama terhormatnya dengan berkuasa. Bahkan menjadi oposisi lebih terhormat karena bisa mengingatkan ketika pemerintah salah jalan dan salah arah," jelas Ujang.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) mengatakan, meskipun manuver Prabowo bergabung dengan pemerintah dianggap kurang etis oleh sebagian orang, dia juga memahami bahwa mengincar bagian kekuasaan dalam politik itu hal yang biasa.

"Itulah politik, sifatnya cair, dinamis dan kompromistis. Dulu lawan, sekarang kawan. Begitu juga sebaliknya. Karena koalisi yang dibangun bukan berbasis dan berdasar ideologi, maka koalisi akan mudah pecah," turur Ujang.

Dia juga menambahkan, idealnya negara membutuhkan oposisi yang kuat dan tangguh dalam mengawasi pemerintah. Namun jika Gerindra, ditambah Demokrat juga masuk kabinet, dikhawatirkan kontrol terhadap pemerintahan Jokowi - Ma'ruf berkurang sehingga kekuasaannya rawan disalahgunakan.

"Kata Lord Acton, power tends to corrupt. Kekuasaan itu akan cenderung korup atau disalahgunakan. But absolute power, corrupt absolutely. Dan kekuasaan yang absolut kecenderungan penyalahgunaannya pun akan mutlak," tandasnya.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler