Jika MK Kabulkan Gugatan, Yusril Ihza Mahendra jadi Capres

Minggu, 27 Agustus 2017 – 08:16 WIB
Yusril Ihza Mahendra. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, PAGAR ALAM - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra memastikan partainya akan menggugat pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal tersebut mengatur tentang presidential threshold alias ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden di Pilpres 2019 sebesar 20-25 persen.

BACA JUGA: Koalisi Pendukung Pemerintah Tak Kompak, Akan Ada 3 Capres di Pilpres 2019

“Kami akan ajukan Senin mendatang (28/8), bukan atas nama saya pribadi, tapi atas nama partai (PBB). Karena PBB satu-satunya partai yang memiliki legal standing yang menguji Undang-undang Pemilu itu,” ucap Yusril usai melantik pengurus DPW dan DPC se-Sumatera Selatan periode 2015-2020 sekaligus rapat koordinasi wilayah (Rakorwil) di hotel Besh Pagaralam, kemarin (26/8).

Dijelaskan Yusril, PBB mengajukan gugatan ke MK, untuk memperjuangkan haknya mengajukan pasangan calon-cawapres di Pilpres 2019. Selaku partai yangdipastikan menjadi peserta Pemilu 2019, PBB punya hak konstitusional.

BACA JUGA: Partainya Mbak Grace Natalie Hanya Mau Dukung Jokowi

Tapi dengan munculnya pasal 222 di UU Nomor 7 tahun 2017, membuat hak tersebut dikesampingkan.

“Dengan alasan inilah, kami berharap MK dapat menerima permohonan kami,” ucap pakar hukum tata negara ini.

BACA JUGA: Sapu Bersih Pilkada di Jabar demi 2019

Diakui Yusril, gugatan mengenai ambang batas presiden, bukan pertamakali ini dilakukan. Ia menyebutkan, sudah empat kali gugatan serupa dilayangkan dan semuanya ditolak MK.

Kendati demikian, Yusril nampaknya tetap optimis gugatan kelima tentang ambang batas presiden kali ini akan dikabulkan MK.

Untuk itu dalam gugatan ini pihaknya nanti akan lebih banyak menggunakan argumen filsafat hukum disertai dalil-dalil yang mendalam. “Kalau (gugatan) ini diterima, saya akan maju di pencalonan Pilpres2019,” lanjutnya.

Gugatan yang dulu dengan sekarang katanya berbeda. Dulu, gugatan hanya menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Pada saat itu, MK berdalih bahwa ambang batas presiden merupakan open legal policy yang diserahkan kepada presiden dan DPR RI sebagai pembuat UU.

Saat ini menurut Yusril, kondisinya sudah berbeda. “Setelah MK memutuskan Pemilu serentak, apakah ambang batas presiden masih relevan? Apalagi ini dikaitkan dengan hasil Pemilu sebelumnya. Jadi saya kira nanti ada perdebatan di MK,” ucapnya. (ald)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKPU Harus Antisipasi Presidential Threshold Nol Persen


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler