Jokowi Copot Jabatan Irwandi Yusuf, Pengganti Sudah Jelas

Kamis, 15 Oktober 2020 – 18:56 WIB
Presiden Jokowi (berdiri). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, BANDA ACEH - Presiden Jokowi dikabarkan telah menerbitkan Keppres pemberhentian Irwandi Yusuf dari jabatannya sebagai Gubernur Aceh 2017-2022.

Wakil Ketua DPRA Safaruddin menyebutkan pihaknya saat masih menunggu secara resmi surat keputusan (SK) Presiden Jokowi terkait penetapan Gubernur Aceh definitif sisa masa jabatan 2017-2022, setelah Irwandi Yusuf diberhentikan secara permanen.

BACA JUGA: Jokowi Copot Irwandi Yusuf dari Jabatan Gubernur Aceh

"Informasinya, SK Presiden terkait penetapan Gubernur Aceh definitif sudah dikeluarkan, namun kami belum menerima secara resmi," kata Safaruddin yang dihubungi dari Banda Aceh, Kamis (15/10).

Safaruddin menyebutkan penetapan Gubernur Aceh definitif tersebut setelah Presiden RI mengeluarkan keppres pemberhentian Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh.

BACA JUGA: Telepon Presiden Jokowi, PM Jepang Tegaskan Mendukung Penuh Inisiatif Indonesia

Irwandi Yusuf diberhentikan setelah perkara hukum yang melibatkannya memiliki kekuatan hukum tetap.

Irwandi Yusuf diberhentikan dari jabatan Gubernur Aceh 2017-2022 setelah dihukum tujuh tahun penjara dalam perkara korupsi.

BACA JUGA: Inilah Beberapa Kalimat di Grup WA KAMI, Ada Kata Maling dan Setan

Safaruddin mengatakan Gubernur Aceh definitif sisa masa jabatan 2017-2022 yang ditetapkan tersebut adalah Nova Iriansyah yang sebelumnya menjabat Wakil Gubernur Aceh.

"Prosesnya otomatis, langsung Wakil Gubernur Aceh yang ditetapkan sebagai Gubernur definitif. Setelah SK ini kami terima, barulah DPRA mengagendakan sidang paripurna pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan," kata Safaruddin.

Safaruddin menegaskan pelantikan dan pengucapan sumpah Gubernur Aceh definitif di hadapan sidang paripurna merupakan perintah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.

Sebelumnya, kata Safaruddin, pihaknya menerima Keppres pemberhentian Irwandi Yusuf dari jabatan Gubernur Aceh pada Agustus 2020.

Namun, DPRA tidak bisa memutuskannya dalam sidang paripurna karena waktu yang diberikan undang-undang hanya 10 hari.

"Jadi, bagaimana kami memproses surat pemberhentian tersebut. Undang-undang membatasi hanya 10 hari kerja. Padahal, UU Nomor 11 Tahun 2006 memerintahkan bahwa pemberhentian Gubernur Aceh harus dalam rapat paripurna," kata dia.

Begitu juga dengan penetapan usulan Gubernur Aceh definitf, juga harus diputuskan dalam rapat paripurna.

Namun, karena dibatasi waktu 10 hari, maka proses melalui rapat paripurna tidak dilakukan.

"Prosesnya sudah terlewati setelah dikeluarkannya SK Presiden. DPRA patuh dan taat konstitusi. Apa yang diperintahkan undang-undang, itu yang kami jalankan," kata Safaruddin. (antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler