Jokowi Diingatkan, Menunjuk Kapolri bukan Untuk Dirinya Sendiri

Senin, 12 Januari 2015 – 05:32 WIB
CALON TUNGGAL: Komjen Budi Gunawan diajukan Presiden Jokowi sebagai calon Kapolri. Foto: M. Ali/Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pemilihan pejabat negara dianggap awur-awuran.

Karena itu, langkah meregulasikan pelibatan KPK dan PPATK dalam memilih pejabat negara menjadi urgen. Mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya seenaknya melibatkan atau tidak dua lembaga tersebut.

BACA JUGA: DPR Bisa Tolak Budi Gunawan Jadi Kapolri

Sesuai data Jawa Pos, untuk pemilihan calon menteri, KPK dan PPATK dilibatkan guna memfilter pembantu presiden itu. Namun, begitu pemilihan jaksa agung dan Kapolri, Jokowi yang pernah berjanji mendukung pemberantasan korupsi tidak melibatkan dua lembaga ujung tombak pemberantasan kejahatan luar biasa tersebut.

Pengamat kepolisian Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar menuturkan, prosedur yang tidak sama dalam pemilihan pejabat negara itu menjadi polemik.

BACA JUGA: Basarnas Meyakini Banyak Jenazah Terperangkap di Dalam Kabin

”(Untuk pemilihan, Red) menteri melibatkan KPK dan PPATK, tapi Kapolri tidak. Itu namanya ketidakstabilan prosedur alias seenaknya,” cetus dia.

Dengan dibuatnya regulasi soal pelibatan KPK dan PPATK, akan ada kesamaan prosedur. Sehingga tidak ada lagi kesan kebijakan seenaknya saja. Perlu diingat, Presiden Jokowi itu memilihkan Kapolri untuk rakyat.

BACA JUGA: Panselnas Analisa Kebutuhan CPNS

”Bukan untuk dirinya sendiri. Karena itu, Jokowi juga harus menyerap aspirasi masyarakat ini,” tegas Bambang.

Tanpa melibatkan KPK dan PPATK dalam memilih Kapolri, bisa diduga sebenarnya presiden khawatir Budi Gunawan sebagai calon tunggal mendapat catatan merah dan harus tersingkir dari bursa pemilihan Kapolri. ”Tentu presiden harus menjelaskan mengapa tidak melibatkan KPK dan PPATK,” ucap Bambang.

Yang juga penting, bila pemilihan Kapolri dengan calon tunggal itu merupakan hak prerogatif presiden, sebenarnya hak prerogatif itu memerlukan sejumlah persyaratan untuk bisa ditempuh.

Di antaranya, negara berada dalam keadaan darurat atau kepolisian dalam kondisi yang membahayakan. ”Kalau tidak ada kondisi darurat ini, presiden jangan sekali-kali menggunakan hak prerogatif,” tuturnya.

Maka, dapat disimpulkan, sebenarnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) ternyata masih ada. Bahkan tetap mengakar dalam pemerintahan baru yang seumur jagung itu. ”Jokowi memberikan kesan kuat melakukan nepotisme. Teman, kerabat, dan saudara, semua dijadikan pejabat. Budi ini mantan ajudan Megawati (ketua umum PDIP, Red),” paparnya. (aph/bay/dim/idr/dyn/c9/end)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Baru Temukan 48 Jenazah, Basarnas All Out Kerahkan Alat Deteksi Bawah Air


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler