Jokowi Diminta Ambil Langkah Besar Peningkatan Kualitas SDM

Kamis, 16 Mei 2019 – 11:51 WIB
Pembicara diskusi (kanan ke kiri): Restu Hapsari, Anton Doni, P Agung Pambudhi, Setyo Budiantoro saat Diskusi Terbatas bertema "Revisiting Visi SDM Indonesia" di Margasiswa PMKRI, Jakarta, Rabu (15/5) malam. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Sebagai misi prioritas, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) harus mendapat perhatian terbesar. Oleh karena itu, Jokowi diminta mengambil langkah-langkah besar peningkatan kualitas SDM jika ditetapkan sebagai Presiden mendatang. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari tawaran visi misinya sekaligus jawaban terhadap tantangan yang juga luar biasa besarnya.

Mantan Ketua Presidium PP PMKRI Anton Doni mengatakan itu dalam Diskusi Terbatas bertema "Revisiting Visi SDM Indonesia" yang diselenggarakan PP PMKRI di Margasiswa PMKRI Menteng, Jakarta, Rabu (15/5/2019) malam.

BACA JUGA: Kritik Hasto PDIP buat Rachmawati Adik Kandung Megawati

Selain Anton, hadir pula sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, Direktur Apindo Research Institute, P Agung Pambudhi, Peneliti Senior Prakarsa, Setyo Budiantoro, dan Sekjen Taruna Merah Putih/mantan Ketua PP PMKRI Restu Hapsari serta Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI Rinto Namang yang bertindak selaku moderator.

BACA JUGA: Merespons Wacana Pemindahan Ibu kota, Anton Doni Sarankan Jokowi Fokus pada Visi Misi

BACA JUGA: Oso Legawa Hanura Jeblok di Pileg, yang Penting Jokowi Menang Pilpres

Menurut Anton, tantangan-tantangan yang dihadapi berskala sangat besar. "Ada radikalisme yang merongrong integritas kebangsaan. Tetapi ada juga perkembangan lingkungan ekonomi yang didorong revolusi industri generasi keempat yang memperdalam persoalan pengangguran dan skill development kita. Dengan irama, skala, dan kualitas yang biasa, kita sulit meladeni tantangan-tantangan ini dengan sepadan," urai Anton.

Anton Doni mengusulkan lima sasaran persoalan utama yang perlu ditangani dengan langkah-langkah besar yakni struktur pendidikan angkatan kerja, pengangguran, tenaga kerja informal, kualitas pendidikan, dan keadaan gizi buruk.

BACA JUGA: Jokowi Buka Puasa Bersama Wartawan: Penuh Canda sampai Bahas Lamaran

“Kelima persoalan ini, harus dijawab dengan langkah besar, dengan targeting besar, dan dengan dukungan anggaran besar," tegas Anton.

"Anggaran musti besar, tidak tanggung. Kita hitung seluruh kebutuhannya dengan skenario paling optimistik. Dan sebagai prioritas, urusan ini mestinya berhak atas 80 hingga 90 persen kebutuhan paling optimistiknya," lanjut Anton.

Menurut hitungan Anton, skenario optimistik untuk mengatasi angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah melalui berbagai pelatihan profesi petani, tukang, dan ekonomi kreatif setara Paket A, B, dan C dapat mencapai Rp 177 triliun.

Anton menegaskan hal ini penting, tidak hanya untuk gagah-gagahan mengubah struktur pendidikan angkatan kerja kita, tetapi sekaligus menjadi jalan peningkatan kapasitas produktif mereka. Karena ini bukan paket pendidikan konvensional semacam Paket A, B, dan C, tetapi pelatihan produktivitas, yang diberi bobot penguatan kemampuan akademik dasar, sehingga dapat menopang kualitas kehidupan mereka.

“Tempatnya bukan di sekolah, tetapi di Balai Produktivitas di Balai Latihan Kerja dan di Balai Ekonomi Kreatif, yang dibangun di setiap kecamatan untuk tujuan tersebut," jelasnya.

Empat sasaran lain juga perlu ditangani dengan bobot yang sama. "Pengangguran sarjana ditangani dengan pelatihan dan pendampingan kewirausahaan standar tinggi dan skala besar untuk mengurangi setidaknya setengah dari pengangguran sarjana yang berjumlah lebih dari 800 ribu, dengan pola inkubasi, dan ini dapat memakan anggaran puluhan trilyun juga," tutur Anton.

“Penganguran tidak boleh ditangani setengah hati seperti sekarang, dengan anggaran ecek-ecek, dengan model program yang amburadul," kata Anton yang juga pakar Manajemen Strategis ini.

Menurut Anton, tenaga kerja dengan usaha mandiri perlu ditopang dengan business development services (BDS) di setiap kabupaten. Selain itu, pendidikan ditopang dengan perpustakaan digital dan pusat belajar guru dengan fasilitas mumpuni di setiap kecamatan.

Sementara itu, Peneliti Senior Prakarsa Setyo Budiantoro mengatakan sepuluh tahun ke depan merupakan ujian ketangkasan dan kecerdasan kita dapat mengapitalisasi bonus demografi. Dan transformasi besar harus terjadi di 5 hingga 10 tahun ke depan ini.

"Transformasi yang dengan serius harus kita lakukan, menyusul sejumlah kesuksesan yang kita banggakan selama lima tahun belakangan," kata Budi, sapaan akrabnya.

Budi antara lain melihat stunting dan kemampuan akademik dasar sebagai persoalan yang sangat penting diatasi. "Tanpa kecukupan gizi di usia awal kehidupan, dan tanpa investasi di kemampuan akademik dasar di tingkat pendidikan paling dasar, sulit kita berharap pertumbuhan optimal kecakapan hidup pada periode selanjutnya," tegas Budi.

Agung Pambudhi mengatakan, kerja sama dengan pengusaha dalam kerangka pengembangan SDM memang perlu diorganisir dengan lebih baik. "Pemagangan, misalnya, perlu dilakukan dengan kurikulum dan model yang lebih baik. Dengan insentif yang lebih encouraging," tegas Agung.

Agung melihat skala pemagangan masih terlalu terbatas. Oleh karena itu, Agung mengusulkan perlu diperluas, termasuk ke luar negeri.

Restu mengatakan, cara menjawab persoalan SDM memang harus seimbang. "Tidak hanya untuk kebutuhan dunia kerja, tetapi juga kebutuhan kebangsaan kita. Pendidikan karakter, termasuk karakter kebangsaan adalah sesuatu yang mutlak," tegas Restu.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadwal GIIAS 2019 Berubah Karena Jokowi dan Prabowo


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler