jpnn.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) langsung menguat 44,25 poin atau 0,75 persen setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil Pemilu 2019.
Sebanyak 243 saham menguat, 155 melemah, dan 141 tidak bergerak.
BACA JUGA: Hary Tanoe: Pemilu 2019 Selesai, Saatnya Bersatu Lagi
’’IHSG yang rebound menandakan optimisme pasar,’’ ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi, Selasa (21/5).
BACA JUGA: Prediksi IHSG dan Kurs Rupiah Pekan Ini
BACA JUGA: Bukan Prabowo, Tokoh Terpopuler Pemilu 2019 di Twitter Ada Jokowi dan Sandiaga Uno
Pekan ini, lanjut dia, modal asing yang keluar sudah masuk kembali.
Pihaknya juga optimistis, setelah pengumuman dan penetapan pemenang pilpres, semakin banyak perusahaan yang melantai di pasar saham (IPO).
BACA JUGA: SBY Puji Pidato Kemenangan Jokowi, Lega Prabowo Tak Menyimpang dari Konstitusi
’’Perbedaan itu biasa, ada ketidakpuasan biasa,’’ paparnya.
Berbanding terbalik dengan IHSG, rupiah justru kembali melemah. Mengacu Bloomberg, pada penutupan perdagangan kemarin rupiah berada di posisi Rp 14.480 per dolar AS atau melemah 0,17 persen jika dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Berdasar kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di posisi Rp 14.462 per dolar AS atau menguat jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menyatakan, pasca-pengumuman resmi hasil pilpres, rupiah diperkirakan kembali mengalami koreksi di kisaran Rp 14.500–Rp 14.600 per dolar AS.
Dia menguraikan, ada beberapa faktor yang membuat rupiah bakal kembali mengalami tekanan.
Di antaranya, kondisi pilpres tahun ini berbeda jika dibandingkan dengan 2014 lalu. Saat itu optimisme pelaku pasar pascapemilu cukup tinggi.
Ada harapan pemerintahan di bawah Jokowi bisa mendorong ekonomi tumbuh hingga tujuh persen.
“Sekarang ekspektasinya tidak setinggi itu karena melihat tren lima tahun terakhir, ekonomi hanya mampu tumbuh lima persen. Jokowi effect berkurang di mata investor,’’ jelasnya.
Selain itu, lanjut Bhima, pengumuman hasil pilpres oleh KPU dan penolakan paslon 02 terkait dengan hasil pilpres tersebut dikhawatirkan memancing kegaduhan.
Hal itu menunjukkan demokrasi yang kurang sehat karena eskalasi politik justru meningkat stelah pencoblosan selesai.
Ekonom DBS Indonesia Maysita Crystallin menyatakan, pergolakan politik di Indonesia sebetulnya masih tergolong baik.
Dengan jumlah pemilih yang banyak dan pemilihan wakil rakyat yang diringkas dalam sehari, Indonesia sudah bisa membawa dana asing masuk pascapemilu 17 April lalu.
Indonesia juga telah mengatur kebijakan fiskal yang prudent sebelum pemilu. Dengan demikian, investor asing menilai Indonesia mempunyai prospek pertumbuhan ekonomi yang baik, tapi tetap memerhatikan segala risiko yang ada.
’’Jika situasi agak menghangat sebelum dan pascapemilu, saya rasa itu wajar. Mudah-mudahan ke depan tidak ada dampak negatif ke perekonomian dan keamanan bisa terus terjaga,’’ kata Sita, sapaan akrab Maysita.
Menurut dia, pemerintahan ke depan bisa jadi lebih baik. Sebab, mayoritas partai di parlemen bergabung dalam koalisi yang sama dengan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal tersebut dapat membuat penyelesaian kebijakan ekonomi lebih cepat.
’’Secara teori, kalau pemerintah dan parlemen satu tujuan, in-line, reformasi ekonomi bisa lebih mudah. Sebab, pemutusan segala sesuatu bisa lebih cepat,’’ lanjut Sita.
Ke depan, pemerintahan baru harus fokus pada stabilitas ekonomi. Selain menerapkan solusi jangka pendek, perlu diterapkan solusi jangka panjang.
Yakni, mempercepat revolusi industri dan memperbanyak pengembangan energi terbarukan.
Sebab, tantangan ekspor ke depan kian berat sehingga harus ada kebijakan yang bisa memberikan dampak secara struktural di sektor industri manufaktur dan energi.
Kebijakan struktural pada dua sektor tersebut diharapkan dapat menyubstitusi impor bahan baku industri, meningkatkan daya saing hasil produksi manufaktur, serta menurunkan defisit neraca migas. (nis/ken/rin/c22/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengumuman Hasil Pemilu Membawa Keteduhan
Redaktur : Tim Redaksi