jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi menganggap remeh masalah bantuan sosial untuk rakyat yang terdampak Covid-19.
Hal ini disampaikan Yandri merespons pernyataan Presiden ketujuh RI itu yang mengeluhkan masih minimnya bantuan sosial yang tersalurkan kepada rakyat dan meminta tiga menterinya bergerak cepat.
BACA JUGA: Tagih Janji Presiden Jokowi, Katanya Mau Kebut Tes Corona di Indonesia
"Jadi saya kira Pak Jokowi jangan menganggap ini remeh. Ini persoalan serius karena komunikasi Pak Jokowi, itu tidak nyambung dengan pemahaman masyarakat," ucap Yandri saat dihubungi pada Sabtu malam (16/5).
Maksudnya, lanjut wakil ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Presiden Jokowi dalam pidatonya menyampaikan masyarakat akan mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) Rp 600 ribu per bulan selama 3 bulan berturut-turut.
BACA JUGA: Sekali Lagi, Presiden Jokowi Ajak Masyarakat Berdamai dengan Corona
Hal itu dipahami rakyat bahwa semua masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini akan mendapatkan bantuan tersebut, dan cara mendapatkannya gampang tidak bertele-tele.
"Ternyata faktanya, yang dapat itu sangat sedikit. Dan mengurusnya berbelit-belit. Itu lah yang hari ini, sudah banyak di lapangan yang tidak tepat sasaran, jumlahnya (penerima) sedikit dan susah dicairkan. Artinya orang antre di bank-bank, kantor pos," jelas legislator Dapil Banten ini.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: THR Cair Mal Diserbu Pengunjung, Din Sentil Jokowi, Anies Angkat Bicara
Hal ini sejak awal diprotes Yandri kepada pemerintah pusat, kenapa penyaluran bansos ini tidak diserahkan saja kepada bupati dan wali kota.
Ini agar para kepala daerah yang berkoordinasi dengan camat untuk memanggil para kepala desa/lurah di daerahnya.
Kemudian, bantuan itu bisa disalurkan secara cepat dan tepat sasaran dengan melibatkan RT/RW yang nantinya akan memanggil penerima bansos, sehingga rakyat tidak berkumpul atau berkerumun untuk mendapatkan bantuan.
"Jadi Pak Jokowi menurut saya jangan main pidato-pidato terus dan akhirnya rakyat di bawah menganggap seolah-olah dapat semua bantuan. Ini yang bikin kisruh di tingkat desa," jelas Yandri.
Hal ini, menurutnya, membuat para kepala desa menjadi sasaran masyarakat. Mereka ada yang dituduh makan uang bansos, dan pilih kasih.
Padahal kades tidak mengetahui data penerima bansos karena bukan berasal dari keluarahan yang mengeluarkan data itu.
"Jadi kalau hari ini Pak Jokowi mengatakan baru 15 persen BLT atau sembako tersebar, ya itu tadi, pola koordinasi, pola komunikasi atau penyampaian seolah-olah menggampangkan masalah, masyarakat akan mendapatkan bantuan, ternyata itu kan jauh dari harapan. Yang terdampak kan lebih dari 20 juta KK," tambahnya.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam