Jokowi: Laporan PPATK Valid

Jumat, 04 Januari 2013 – 03:13 WIB
LAPORAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut pengelolaan dana pendidikan Jakarta paling tinggi tingkat korupsinya, langsung direspons Gubernur Joko Widodo. Orang nomor satu di Ibu Kota ini   pun, bertekad memperbaiki sistem di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk Dinas Pendidikan agar lebih baik lagi di masa mendatang.

’’Sistem semua dinas memang harus diperbaiki. Kalau ada data seperti itu, apalagi kalau benar yang berbicara PPATK, itu sangat valid,’’ ujar Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo, Kamis (3/1).

Jokowi mengatakan, perbaikan sistem birokrasi telah menjadi programnya sejak terpilih. Laporan PPATK, meski terjadinya bukan di masa dirinya menjabat, akan menjadi pegangan untuk perbaikan tersebut. "Laporan ini menjadi modal untuk perbaikan ke depan," katanya.

Aktivis Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, mengatakan, jika Jokowi sudah mengetahui tingkat korupsi di Jakarta paling tinggi, berarti Jokowi harus membantu atau memperlengkapi data yang ada di PPATK tersebut. Agar, penyelidikan atas temuan ini bisa dilanjutkan oleh kejaksaan Tinggi Negeri dan KPK.

’’Saya kira menyambut 100 hari kerja ini, seharusnya pak Jokowi harus membersihkan Dinas Pendidikan dari para koruptor di dinas pendidikan,’’ tegasnya.

Caranya, lanjut Uchok, Jokowi harus mempersilahkan KPK untuk masuk dan menggeledah ruang-ruang Dinas Pendidikan. Yang paling gampang adalah, program pembangunan sekolah, coba cocok saja antara data atau dokumen anggaran APBD dengan realitas atau realisasi anggaran dalam pembangunan sekolah tersebut. ’’Karena 2011 dan 2012 itu banyak progam pembangunan sekolah, tapi realisasi anggarannya diragukan untuk membangun sebuah sekolah sesuai dengan dokumen anggaran yang nyata,’’ terangnya.

Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, dari puluhan provinsi di seluruh Indonesia, terbanyak adalah DKI Jakarta dengan jumlah 37, 45 persen. Disusul Kalimantan Timur 8,83 persen dan Jawa Timur 5,55 persen. Laporan tersebut dituangkan dalam Hasil Riset Analisis Strategis periode 1 tahun 2012.

’’PNS memiliki potensi untuk melakukan tindak pidana korupsi sebesar 1,1 kali daripada pekerjaan dengan status bukan PNS. Dan PNS Daerah lebih beresiko 1,6 kali melakukan tindak korupsi daripada PNS Pusat,” kata Muhammad Yusuf, Ketua PPATK saat membacakan laporan Refleksi Akhir Tahun 2012 di Kantor PPATK Jalan H Juanda Jakarta Pusat, Rabu (2/1) lalu.

Dalam riset dan analisis PPATK, kata dia salah satu indikasi terjadinya tindak pidana korupsi tersebut terjadi dalam penyalahgunaan APBN/APBD di bidang pendidikan. Dimana, lagi-lagi DKI Jakarta masih menduduki peringkat pertama  dalam penyalahgunaan anggaran pendidikan. ’’Detailnya DKI Jakarta sebanyak 33,3persen, wilayah Sumatera Utara 13,3 persen dan Jawa Timur 6,7 persen’’” tandasnya.

Sumber dana yang disalahgunakan itu, sambungnya, bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu sebesar 37 persen, APBD bidang pendidikan (non BOS/DAK) sebesar 19 persen dan dana yang bersumber dari Hibah dan BOS masing-masing 16 persen dan 15 persen. Dan mayoritas dilakukan oleh Kepala Sekolah. ’’Disusul kontraktor sebesar 11 persen, dan dosen dan kepala dinas masing-masing 8 persen,’’ bebernya.

Kata Yusuf, modus yang digunakan untuk melakukan korupsi adalah dengan menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri, menggelapkan uang, tidak menyelesaikan pekerjaan proyek, melakukan proyek fiktif hingga melakukan pengadaan proyek tanpa tender. “Jadi ada banyak modus yang mereka gunakan untuk melakukan korupsi di bidang pendidikan,” terangnya.

Selain modus yang beraneka ragam, imbuh dia, ada tiga faktor yang menjadi penyebab utama penyalahgunaan APBN/APBD di bidang pendidikan tersebut. Yakni pertama karena adanya kewenangan yang besar, kurangnya pengawasan atas mekanisme penggunaan dana dan kurangnya transparansi. (wok)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Hotel dan Resto di Puncak Mengeluh

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler