jpnn.com, JAKARTA - Konflik antara PT KBN dengan PT KCN telah terlalu lama menghambat pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara. Karena itu, Presiden Jokowi diharapkan turun tangan menyelesaikan masalah ini.
“Pelabuhan Marunda ini akan mendukung program pemerintah, apalagi saat ini Pemerintahan Jokowi sedang menggalakkan poros maritim dan meningkatkan ekspor dan impor,” kata salah satu pendiri KBN, Yustian Ismail (70) di Jakarta, Rabu (3/7).
BACA JUGA: Ingat, Jokowi Bisa Jadi Presiden karena PDIP Oposisi
Menurut dia, keberadaan Pelabuhan Marunda bisa menopang Pelabuhan Tanjung Priok. Sebab, Pelabuhan Marunda melayani muatan curah seperti komoditas cair, batu bara dan lainnya. Sedangkan, kegiatan pelabuhan di Tanjung Priok konsentrasi terhadap kontainer.
“Kalau sekarang sudah ada pelabuhan yang dibangun KCN, harusnya KBN kembali ke fungsi awalnya sebagai penyedia dan penyewa kawasan berikat yang didukung oleh Pelabuhan Marunda, sehingga kegiatan ekspor-impor bisa ditingkatkan,” ujarnya.
BACA JUGA: Pak JK: Komposisi Kabinet Jokowi - Maruf 50-50
Yustian sedikit menceritakan, pada awalnya fungsi KBN cuma sebagai penyedia dan menyewakan lahan. KBN tidak punya keahlian tentang pelabuhan.
“Permasalahan KBN vs KCN terjadi ketika Sattar Taba menjabat. Itu pun KTU tidak membangun di lahan KBN, karena itu bukan lahan KBN tapi hanya menempel dengan lahan KBN. KCN yang menjadi perusahaan yang mengoperasionalkan pelabuhan hanya memanfaatkan fasilitas jalan milik KBN,” jelas dia.
BACA JUGA: Perindo Belum Serahkan Nama Calon Menteri ke Jokowi
BACA JUGA: KBN Abaikan Upaya Rekonsiliasi terkait Pelabuhan Marunda
Oleh karena itu, Yustian berharap Presiden Jokowi menegur Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar menyelesaikan perselisihan antara KBN dengan KCN.
“Jokowi harus bilang sama Ibu Rini (Menteri BUMN) dan Menteri Perhubungan bahwa ini Pelabuhan Marunda sangat penting dalam kegiatan pelabuhan. Menteri juga harus turun tangan, jangan diam. Menteri perhubungan ke mana?,” katanya.
Padahal, kata dia, proyek Pelabuhan Marunda ini secara de facto sudah berjalan dan tidak memiliki gangguan selama 12 tahun. Namun, kenapa sekarang justru malah dipersoalkan oleh KBN yang statusnya tidak memiliki lahan di sana.
“Saya tahunya KBN mau ambil saham mayoritas, padahal KBN tidak punya lahan. Paling ideal kembalikan ke konsep awal pergudangan, pabrik. KCN silahkan saja lanjutkan, karena saling menguntungkan negara,” tandasnya.
Untuk diketahui, KCN merupakan anak perusahaan dari PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN yang dibentuk untuk mengelola Pelabuhan Marunda. KCN dibentuk setelah KTU menang tender kerja sama sebagai mitra bisnis pada tahun 2004, pembangunan pelabuhan dari Muara Cakung Drain sampai Sungai Blencong dengan pembagian saham 15 persen KBN (tidak terdelusi) dan 85 persen dimiliki KTU.
Masalah muncul pada akhir 2012, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50. Namun, KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50 persen di KCN. Tak hanya itu, KBN mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKB Usulkan 10 Menteri, PDIP: Kami Tak Mau Menambah Beban Pak Jokowi
Redaktur & Reporter : Adil