Jokowi tak Percaya Kader Partai Pendukungnya?

Senin, 29 September 2014 – 07:49 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Komposisi kabinet Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yakni 16 menteri dari kalangan parpol dan 18 profesional dipertanyakan. Sebab, menteri sebagai pembantu negara merupakan jabatan politik.

Karena itu, menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, dari awal sudah bisa diperkirakan betapa pun Jokowi menjalankan Trisakti, ada muatan transaksi di dalamnya.

BACA JUGA: IDI Tolak UU Tenaga Kesehatan

"Menteri itu jabatan politik, dan dalam politik selalu ada transaksi, tentunya tidak harus dalam bentuk uang," papar Said kepada INDOPOS (Grup JPNN), Minggu (28/09).

Dijelaskannya, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kata Said, parpol diwajibkan memberi ruang kepada setiap warga negara yang menjadi kader untuk ikut serta menentukan arah kebijakan negara, yakni dengan mengisi pos-pos kementerian.

BACA JUGA: Politisi Golkar Sebut Pernyataan SBY Hanya Retorika

Sebab, kekuasaan eksekutif dalam pos-pos kementerian merupakan bagian dari kekuasaan politik.

"Suka nggak suka, sistem itulah yang kita anut. Maka menjadi pertanyaan ketika Jokowi mengumumkan kabinetnya jatah parpol lebih sedikit. Karena sejatinya menteri itu bukan jabatan karir di lembaga pemerintahan," tandas Said.

BACA JUGA: Korupsi Proyek APBD Bakal Lebih Menjamur

Said juga mengatakan komposisi kabinet Jokowi yang membagi parpol dengan nonparpol tidak selaras dan tidak paralel dengan sistem ketatanegaraan Indonesia. Meskipun ada pemikiran parpol bermasalah, parpol merupakan kawah candradimuka yang menghasilkan negarawan. Negarawan menjadi syarat jabatan menteri.

"Dari dulu juga menteri bukan jabatan karier, menteri tidak disiapkan untuk orang yang kemudian dilabeli dengan sebutan profesional," ujarnya.

Lebih lanjut, Said menilai komposisi kabinet 16:18 dimana kadar partai lebih kecil dari nonparpol sudah ganjil. Sebab, kalau partai dianggap akan korupsi berarti Jokowi-JK tidak percaya dengan partai pendukungnya.

Menurutnya, betapa pun partai dianggap buruk tapi kalangan nonparpol tidak bisa menjamin tidak akan korupsi.

"Siapa yang menggaransi para orang-orang yang disebut profesional itu bersih,? Dan siapa yang bisa memastikan sepenuhnya kalau orang parpol korup, ini tentu ada pengaburan di sini," pungkasnya. (dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terancam Dipecat dari Gerindra, Ini Komentar Suami Yenny Wahid


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler