JAKARTA - Ketua Departemen Pengawasan Keuangan dan Pembangunan DPP Partai Demokrat, Didik Mukriyanto mengatakan Pemda DKI Jakarta harusnya sudah mempunyai hasil study komprehensif dan paham cara mengatasi banjir yang rutin melanda Kota Jakarta.
Dengan hasil study komprehensif, maka pemetaan masalah serta penanggulannganya, menurut Didik, tidak perlu neko-neko lagi.
“Langkah yang diambil para gubernur terdahulu sangat komprehensif dengan membangun banjir kanal timur dan pembenahan kanal barat sebagai langkah strategisnya menuju Jakarta bebas banjir. Sistem Polder yang juga diterapkan gubernur sebelum Jokowi juga bagian penting dari integrasi solusi penanganangan banjir,” ujar Didik ketika dihubungi wartawan, Rabu (16/1).
Dalam menangani pengendalian banjir kiriman dan atau lokal, lanjut Didik, berkisar pada tiga hal saja yakni mengurangi volume air yang lewat, memperbesar daya tampung alur sungai, dan menurunkan potensi banjir lokal.
Caranya antara lain perbaikan alur sungai, tanggul atau tembok banjir untuk menampung banjir dalam alur; saluran pengelak banjir untuk membelokkan sebagian atau seluruh air dari alur alami sungai; waduk penampung di hulu atau kolam retensi dan sistem Polder.
"Konsep tersebut di atas bahkan sebagian dari rencana komprehensif itu sudah dilaksanakan oleh Fauzi Bowo semasa jadi Gubernur DKI Jakarta. Harusnya karya besar Foke itu dijadikan blue print oleh Jokowi untuk menangani banjir di DKI Jakarta," saran Didik.
Banjir Kanal dan Sistem Polder, lanjutnya, terbukti berkontribusi positif meminimalisir banjir. Akan lebih baik bila Jokowi membuat solusi dan gerakan yang terintegrasi dengan program sebelumnya sehingga mendatangkan manfaat besar buat Jakarta.
Kalau masalah Jakarta diselesaikan secara instan dan case by case berdasarkan temuan blusukan Jokowi, menurut Didik, seorang Jokowi akan kehabisan energi untuk mengatasinya.
Apalagi, lanjut dia, kalau instanisasi itu tidak berbasis program/blue print yang tidak terintegratif maka bisa dipastikan penataan Jakarta akan semakin jauh dari harapan sebagai kota yang bebas banjir dan macet.
Secara teori, kata Didik, pemetaan dan penanganan masalah harusnya didasarkan pada data dan dihitung secara matematika sehingga kebijakan tidak berbasis kepada instanisasi solusi yang akhirnya tujuan besar untuk menata Jakarta menjadi jauh dari harapan. (fas/jpnn)
Dengan hasil study komprehensif, maka pemetaan masalah serta penanggulannganya, menurut Didik, tidak perlu neko-neko lagi.
“Langkah yang diambil para gubernur terdahulu sangat komprehensif dengan membangun banjir kanal timur dan pembenahan kanal barat sebagai langkah strategisnya menuju Jakarta bebas banjir. Sistem Polder yang juga diterapkan gubernur sebelum Jokowi juga bagian penting dari integrasi solusi penanganangan banjir,” ujar Didik ketika dihubungi wartawan, Rabu (16/1).
Dalam menangani pengendalian banjir kiriman dan atau lokal, lanjut Didik, berkisar pada tiga hal saja yakni mengurangi volume air yang lewat, memperbesar daya tampung alur sungai, dan menurunkan potensi banjir lokal.
Caranya antara lain perbaikan alur sungai, tanggul atau tembok banjir untuk menampung banjir dalam alur; saluran pengelak banjir untuk membelokkan sebagian atau seluruh air dari alur alami sungai; waduk penampung di hulu atau kolam retensi dan sistem Polder.
"Konsep tersebut di atas bahkan sebagian dari rencana komprehensif itu sudah dilaksanakan oleh Fauzi Bowo semasa jadi Gubernur DKI Jakarta. Harusnya karya besar Foke itu dijadikan blue print oleh Jokowi untuk menangani banjir di DKI Jakarta," saran Didik.
Banjir Kanal dan Sistem Polder, lanjutnya, terbukti berkontribusi positif meminimalisir banjir. Akan lebih baik bila Jokowi membuat solusi dan gerakan yang terintegrasi dengan program sebelumnya sehingga mendatangkan manfaat besar buat Jakarta.
Kalau masalah Jakarta diselesaikan secara instan dan case by case berdasarkan temuan blusukan Jokowi, menurut Didik, seorang Jokowi akan kehabisan energi untuk mengatasinya.
Apalagi, lanjut dia, kalau instanisasi itu tidak berbasis program/blue print yang tidak terintegratif maka bisa dipastikan penataan Jakarta akan semakin jauh dari harapan sebagai kota yang bebas banjir dan macet.
Secara teori, kata Didik, pemetaan dan penanganan masalah harusnya didasarkan pada data dan dihitung secara matematika sehingga kebijakan tidak berbasis kepada instanisasi solusi yang akhirnya tujuan besar untuk menata Jakarta menjadi jauh dari harapan. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Program Penanganan Banjir Tak Berkelanjutan
Redaktur : Tim Redaksi