jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Jokpro 2024 Timothy Ivan Triyono mendukung penuh sikap Presiden Joko Widodo yang melarang menteri dan pimpinan lembaga bicara soal wacana penundaan Pemilu 2024.
"Karena memang pada dasarnya Jokpro juga tidak setuju dengan penundaan pemilu," ujar Timothy.
Timothy menegaskan wacana penundaan Pemilu 2024 dianggap tidak produktif.
Menurutnya, alasan pandemi tidak relevan dengan penundaan pemilu. Selain itu, dia mengatakan, penundaan pemilu tidak punya sandaran hukum.
"Syarat-syarat untuk dilakukannya penundaan pemilu ini sangat tidak jelas. Covid-19 sekarang sudah mulai menjadi endemik, nah sedangkan pilpresnya saja masih dua tahun lagi, kan dapat dipastikan dalam dua tahun ke depan, Covid-19 ini dapat dikendalikan. Lembaga apa yang berhak menunda pemilu?" kata Timothy.
Kendati demikian, Jokpro 24 mendorong amandemen konstitusi presiden tiga periode.
"Jokpro 2024 mendorong periodisasi jabatan presiden yang semula dua menjadi tiga periode melalui amandemen UUD 1945," kata Timoty.
Timothy kembali mengingatkan tujuan dari Jokpro 2024 mengusung Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024 untuk menghindari polarisasi ekstrem.
Di sisi lain, mendorong MPR RI untuk segera melakukan amandemen konstitusi mengenai periodisasi jabatan presiden yang semula dua periode menjadi tiga periode.
"Jokpro 2024 sejak awal mengusung gagasan menyatukan Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024, khususnya from voting to violence (tawuran nasional)," ujarnya.
Namun, dia mengakui konsekuensi hukum logis dari memasangkan Jokowi Prabowo di 2024 yaitu Jokowi akan menjabat tiga kali.
"Jokpro mendorong MPR RI untuk segera melakukan amandemen konstitusi mengenai periodisasi jabatan presiden yang semula dua menjadi tiga periode," ujar Timothy.
Timothy pun membandingkan jabatan presiden dan kepala desa. Dia melihat bahwa tidak masuk akal jika hanya kepala desa (kades) yang dapat menjabat hingga tiga periode.
Padahal, seorang kepala desa memimpin wilayah dan masyarakat yang jauh lebih kecil. Menurutnya, seorang presiden dengan jangkauan dan tanggung jawab memimpin yang lebih luas seharusnya diberikan kesempatan menjabat tiga periode.
"Kami membandingkan jabatan presiden dengan kepala desa ya. Bagaimana mungkin presiden yang memimpin wilayah 83 ribu kali lipat dibanding kepala desa hanya boleh dua periode?" ungkapnya.
Timothy menambahkan kepala desa berdasarkan Pasal 39 UU 6/2014 tentang Desa jabatannya boleh tiga kali, bahkan satu periodenya itu dijabat selama enam tahun.
"Jadi, kepala desa yang memimpin wilayah jauh lebih kecil dibanding presiden boleh menjabat 18 tahun, sedangkan presiden hanya 10 tahun? Ini kan tidak masuk akal, seharusnya presiden perlu diberi kesempatan tiga kali juga,” pungkas Timothy.(mcr8/jpnn)
BACA JUGA: Wiranto Beber 4 Alasan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tidak akan TerjadiÂ
BACA ARTIKEL LAINNYA... Survei CSIIS Setelah Jumatan, Khofifah Nomor 1, Yaqut ke-6
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra