JS Saving Plan Produk Tidak Patut dan Bersifat Ponzi  

Kamis, 13 Agustus 2020 – 10:46 WIB
Asuransi Jiwasraya. Foto: Jiwasraya

jpnn.com, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus korupsi investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada Rabu (7/8) lalu menghadirkan saksi ahli Irvan Rahardjo, sebagai pakar asuransi digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Irvan dalam kesaksiannya mengatakan, kehadiran produk asuransi JS Saving Plan sejak awal dinilai bukan produk yang patut untuk dijalankan oleh perusahaan asuransi.

BACA JUGA: Kejagung Periksa Sejumlah Saksi Dalam Kasus Korupsi Jiwasraya, Nih Namanya

“Memang berizin dan boleh dalam aturan, tetapi dalam prinsip asuransi itu tidak patut dilakukan. Asuransi itu bukan manajer investasi, tapi manajer risiko,” kata Irvan kepada mejelis hakim.

Kehadiran JS Saving Plan sebagai produk asuransi, menurut Irvan, masuk dalam kategori unit link, namun tidak sepenuhnya produk asuransi unit link.

BACA JUGA: Demi Sedot Turis, Pemerintah Daerah Ini Tawarkan Asuransi COVID-19

Hal itu dikatakan demikian lantaran Jiwasraya saat dipimpin oleh Hendrisman Rahim, yang kini menjadi terdakwa menjanjikan imbal hasil yang besar dan pasti, yang mana produk JS Saving Plan memberikan bunga investasi di atas rata-rata suku bunga acuan.

Dalam produk JS Saving Plan, manajemen lama Jiwasraya mematok keuntungan pasti dari investasi ini di angka 9 persen-13 persen, yang mana rata-rata acuan suku bunga obligasi di antara 4 persen-7 persen.

BACA JUGA: Gandeng ACT, HSB Investasi Salurkan Bantuan untuk Perangi COVID-19

“Saving Plan itu kalau bisa dikatakan kesalahan, dalam keadaan menjanjkan imbal yang pasti,” papar Irvan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun sempat bertanya terkait dengan premi nasabah terbaru yang dibayarkan untuk polis jatuh tempo nasabah yang lain.

Irvan kemudian menjelaskan bahwa itulah salah satu yang membuat Jiwasraya runtuh.

Asuransi sebagai industri keuangan dalam melakukan tata kelolanya bisa menginvestasikan sumber pendapatan dari premi yang dibayarkan nasabah, namun fluktuasi dari waktu ke waktu harus selalu dilaporkan kepada tertanggung.

“Bahwa ia membayar nasabah hari ini dan menunggu besok mengambil premi, itu yang disebut dengan praktek ponzi. Ia baru bisa bayar nasabah pertama kalau ia dapat nasabah berikutnya. Dengan mudah kami katakan gali lubang tutup lubang. Ini tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatiaan," jelasnya.

Menurut Irvan, Jiwasraya seharusnya melakukan praktik bisnisnya dengan melakukan perhitungan sovabilitas sebagai ukuran perusahaan menyelesaikan kewajiban jangka panjang, dan leabilitas untuk kemampuan jangka pendek.

Selain itu, ada beberapa aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi dan non investasi. Jenis investasi meliputi reksadana, saham, deposito, medium term note dan lainnya dengan mengikuti aturan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).(jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler