Jumat Agung, Larantuka Berkabung

Sabtu, 30 Maret 2013 – 05:50 WIB
Umat Katolik melakukan ibadah Jalan Salib di Gereja Katedral, Jakarta,(29/3). Katedral mengangkat tema Paskah (Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbela Rasa).Foto : Ade Sinuhaji / JPNN
LARANTUKA - Peringatan Jumat Agung atau Wafatnya Isa Almasih kemarin (29/3) membuat Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), berubah menjadi kota perkabungan. Warga berbaju hitam-hitam turun ke jalan mendaraskan kidung-kidung ratapan. Mereka melangsungkan prosesi Sesta Vera (Jumat Agung), salah satu momen puncak Semana Santa (Pekan Suci), sebuah tradisi kuno yang hanya ada di Larantuka.
 
Sejak pukul 10.00 Wita, rombongan warga Larantuka plus ribuan peziarah menuju Kapela Tuan Menino di kawasan Sarotari, sekitar 4 kilometer di sebelah timur Katedral Reinha Rosari, Larantuka. Di kapel (gereja kecil) itu, ditakhtakan peti berisi Tuan Menino, perlambang Kanak-Kanak Yesus. Sesuai dengan tradisi, peti tersebut akan diberangkatkan menuju Pantai Kuce di sekitar katedral, "pusat pemerintahan" Keuskupan Larantuka, tersebut.
 
Pemberangkatannya tidak lewat darat. Tuan Menino yang diwujudkan dalam peti berselubung kain hitam itu harus bersampan melawan arus deras Selat Gonzalo (Gonsalus) yang memisahkan Larantuka dengan Pulau Adonara.
 
Sampan itu bercadik. Warnanya, termasuk tenda, dayung, dan pakaian awaknya, serbahitam. Lambang duka. Sebelum pemberangkatan, di Kapela Tuan Menino diadakan ibadat singkat. Ibadat itu pun bernuansa duka. Syair ratapan bernada Gregorian yang menyayat kalbu dilantunkan. Ratapan tersebut terus bergema seiring dengan Tuan Menino menuju perahu.
 
Kala itu, ribuan peziarah sudah menyemut. Sebagian besar di antara mereka juga naik perahu yang turut mengiringi di belakang sampan. Satu-dua perahu terlihat miring lantaran penuhnya penumpang. Selama perjalanan yang memakan waktu dua jam tersebut, doa-doa terus dikumandangkan. Di laut, yang memimpin doa adalah sebuah sampan berpenumpang serombongan biarawati.
 
Sementara itu, di Pantai Kuce, tempat pendaratan sampan Tuan Menino, umat tak kalah khusyuk. Nyaris semua berbaju hitam. Yang perempuan mengenakan kerudung hitam. Kelam. Satu-dua orang terlihat menangis tatkala tampak sampan berisi Tuan Menino mulai menepi. "Sudah lama saya mau pulang untuk melihat prosesi ini," kata Martina Neni, warga Larantuka yang tinggal di Malang, Jatim.
 
Dari pantai, peti Tuan Menino kembali diusung untuk ditakhtakan di salah satu armida (semacam pos perhentian) saat perarakan akbar pada Jumat malam.
 
Prosesi belum berhenti. Setelah sehari penuh menerima penghormatan dari umat dan ribuan peziarah, pukul 14.00, arca Tuan Ma diarak menuju katedral. Yang diarak bukan arca asli yang telah berumur 500 tahun.

Siang itu, yang keluar dari Kapela Tuan Ma, tempat arca tersebut bersemayam, adalah replika yang baru berumur dua tahun. Sebagaimana perarakan Tuan Menino, syair-syair ratapan pun berkumandang.
 
Dari Kapela Tuan Ma, patung yang juga disebut Maria Dolorosa (Bunda Maria Berdukacita) itu berhenti di Kapela Tuan Ma. Ia menjemput putra-Nya, yang disimbolkan sebagai Tuan Ana, peti berisi perlambang sengsara dan wafatnya Yesus.

Diiringi ribuan umat, dua simbol tradisi umat Larantuka itu, Tuan Ana di depan dan Tuan Ma di belakangnya, berjalan beriringan menuju Katedral Reinha Rosari. Di katedral, Tuan Ma dan Tuan Ana ditakhtakan. Tepat pukul 15.00, umat Katolik Larantuka mengikuti ibadat Jumat Agung sesuai dengan tata liturgi (ibadah) Gereja Katolik.
 
Memang, nuansa tradisi perayaan Semana Santa di Larantuka begitu kental. Karena itu, tradisi tersebut menjelma menjadi sebuah sisi peribadatan lain yang melengkapi tata ibadah agama Katolik pada pekan suci. Sesuai dengan ajaran gereja, pada pekan suci (sepekan sebelum hari Paskah besok, 31/1), umat wajib mengikuti misa Minggu Palma (24/3), Kamis Putih (26/2), ibadat Jumat Agung (kemarin), Malam Paskah (hari ini), dan Minggu Paskah besok.
 
Sementara itu, perayaan di Larantuka jauh lebih banyak ketimbang tata peribadatan wajib tersebut. "Tetapi, gereja tetap menghargai itu," kata Uskup Larantuka Mgr Fransiskus Kopong Kung Pr.
 
Menurut Uskup, tradisi devosi warga itu tetap sejalan dengan perayaan umat gereja yang memperingati wafatnya Yesus. Tetapi, kata dia, perayaan devosi tak boleh mengganggu liturgi. "Kalau ada misa atau ibadat gereja, Kapela Tuan Ma dan Tuan Ana tutup. Agar umat bisa ikut ibadat di gereja," katanya.
 
Seusai ibadat Jalan Salib kemarin, arak-arakan menjadi lebih besar, meriah, namun khidmat. Ribuan peziarah mengarak patung-patung itu mengelilingi kota yang sedang bermandi cahaya lilin. (dos/c5/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Desak Kapolri Usut Kasus Illegal Logging di Kaltim

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler