Jumlah Diklat Sepak Bola Usia Dini di Indonesia Belum Mencapai Target

Selasa, 15 Desember 2020 – 20:59 WIB
Pesepakbola dari Sekolah Sepak Bola (SSB) Putri usia di bawah 12 tahun berlaga saat mengikuti Danone Nations Cup 2020 Regional Sulawesi di Stadion Barombong, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/3/2020). (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pemuda dan Olahraga menyebut jumlah diklat sepak bola usia dini, belum mencapai target.

Belum sesuai sebagaimana diamanatkan Inpres Nomor 3/2019 tentang Percepatan Pembangunan Sepak Bola Nasional.

BACA JUGA: Bielsa Terapkan Kebijakan Baru Setelah Terjadi Gesekan

Deputi Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta menyebut hingga saat ini hanya ada tujuh diklat yang langsung di bawah wewenang pemerintah dan itu belum bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Padahal idealnya diklat Pusat Pembinaan dan Latihan Pelajar (PPLP) sepak bola harus merata di 34 provinsi di Indonesia.

BACA JUGA: Permintaan Ketum PSSI Untuk Timnas U-16, Penting Diketahui Pemain!

"Diklat menurut amanat Inpres harus ditambah jumlahnya. Ini yang kita belum kita lakukan karena Cost-nya tinggi, harusnya di 34 provinsi ini ada diklat. Semua daerah punya potensi," kata Raden Isnanta dalam webinar, Selasa.

Dari diklat yang ada pun belum mencakup pembinaan berjenjang.

BACA JUGA: Guardiola Bilang Begini Tentang Upaya Arteta Membalikkan Peruntungan Arsenal

Mereka mengawali pembinaan mulai dari anak usia SMA atau 16-18 tahun.

Padahal, proses pembinaan yang terukur harus dimulai sejak anak masuk usia 13 tahun.

Lantas bagi anak-anak usia di bawah 13 tahun, maka proses pembinaannya berada dalam kewenangan Sekolah Sepak Bola (SSB).

Dengan demikian, antara akar rumput, pemerintah dan PSSI akan terjalin sinergi dalam mencari atau mengembangkan bibit-bibit muda potensial demi meraih prestasi pada cabang sepak bola.

"Pembinaan ini sesungguhnya bisa berjenjang di awali dari SSB kemudian naik ada PPLP, kemudian naik sekarang PSSI diwajibkan FIFA harus ada akademi. Tapi tidak semua klub PSSI punya akademi, di akar rumput SSB juga tidak semua tergarap dengan baik," kata dia.

Maka dari itu, kata dia, implementasi Inpres Nomor 3 Tahun 2019 bukanlah kerja satu lembaga, melainkan seluruh kementerian/lembaga yang bekerja sesuai porsinya.

Menurut Raden, kementerian-kementerian bisa memanfaatkan kewenangannya dalam menjalankan Inpres ini.

Seperti kemendikbud, bisa memberikan lisensi kepada guru-guru olahraga di sekolah.

Kemudian kementerian PUPR, dapat menyediakan lapangan latihan, atau Kemenko PMK melalui sertifikasi pelatih di SSB minimal lisensi C PSSI.

"Kemudian peran kabupaten/kota/provinsi sangat kuat dalam Inpres ini. Kemendagri menjadi dirigen bagaimana menyiapkan lapangan, meningkatkan SDM, menata perkumpulan SSB, semua itu ada dalam amanat Inpres. Jadi Inpres ini bukan hanya Kemenpora saja," kata dia.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler