JAKARTA - Pemilu 2014 diprediksi akan diwarnai rendahnya tingkat pemilih. Jika 50 persen orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak menggunakan haknya itu akan berbahaya bagi keberlangsungan pemerintahan ke depan.
"Kalau itu terjadi, sangat riskan terhadap adanya pembangkangan masyarakat. Baik kepada legislatif, yudikatif, eksekutif maupun terhadap produk undang-undang yang mereka lahirkan," ujar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yus Fitriadi, di Jakarta, Jumat (1/3).
Menurut Yus, indikasi penurunan diantaranya terlihat pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat yang digelar 24 Februari lalu. Dimana angka golput mencapai 40 persen. Sementara pasangan calon gubernur yang menang, hanya mengantongi 27 persen suara.
"Saya terus terang ngeri melihat hal ini. Karena jumlah masyarakat yang tidak memilih nyaris 50 persen. Ini menunjukan ke arah itu. Kenyataan ini cukup riskan dan sangat berbahaya, apalagi mengingat Jabar itu kan salah satu kantong suara pemilih terbesar d Indonesia," ujarnya.
Menurut Yus, kemungkinan penurunan disebabkan beberapa faktor. Di antaranya kisruh politik yang akhir-akhir ini semakin terlihat, banyaknya petinggi partai politik yang terlibat dugaan korupsi, hingga pelaksana Pemilu yang dinilai tidak mampu berbuat banyak.
"Jadi untuk mengantisipasi kondisi yang ada, KPU harus gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Jika tidak, maka bisa saja malah jumlah Golput justru terus bertambah," ujarnya.
Yus yakin KPU dapat melakukan hal tersebut, karena lembaga penyelenggara Pemilu diberi dana, kewenangan maupun fasilitas oleh negara. "Jadi KPU harus bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pastikan KLB Partai Demokrat dalam Waktu Dekat
Redaktur : Tim Redaksi