JAKARTA - Tak banyak yang tahu bahwa kemarin (30/3) adalah Hari Film Nasional Ke-62. Sebab, 62 tahun lalu, pada 30 Maret, sutradara Usmar Ismail melakukan pengambilan gambar pertama untuk film Darah dan Doa, film lokal pertama yang diproduksi Indonesia. Momen itulah yang ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.
Mulai saat itu hingga sekarang, banyak hal yang terjadi dalam dunia perfilman nasional. Sempat mati suri sampai akhirnya mulai bangkit lagi. Kebangkitan film nasional ditandai kemunculan film Petualangan Sherina (2000) karya Mira Lesmana dan Riri Riza. Film tersebut sukses meraup penonton yang tidak sedikit.
Duo tersebut mengulang kesuksesannya saat membuat film Laskar Pelangi (2008). Film yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata tersebut ditonton lebih dari 4,5 juta orang. Standar tinggi yang susah dilampaui film-film yang diproduksi setelah itu.
Hingga kini, banyak film yang bermunculan. Mulai genre drama percintaan hingga horor komedi berbumbu seks. Meski begitu, tak ada yang sampai mencatatkan angka penonton sefantastis Laskar Pelangi. "Membuat film yang bisa menarik penonton untuk datang ke bioskop itu sekarang ini susah. Setahun kemarin, penonton film box office Indonesia itu nggak ada satu juta," tutur produser The Raid Ario Sagantoro saat dihubungi Jawa Pos kemarin (30/3).
Keluhan yang sama diungkapkan Robby Ertanto, sutradara film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dan Dilema. "Keprihatinan kita ya tentang jumlah penonton yang merosot. Setiap film-maker pasti menginginkan filmnya ditonton banyak orang. Tapi, tampaknya, memang perlu dibuat formulasi baru supaya bisa membuat masyarakat berbondong-bondong datang ke bioskop," ucapnya.
Robby lantas menceritakan pengalamannya saat membuat film Dilema yang rilis tahun ini. "Dilema itu menggunakan dana yang besar. Tapi, ternyata setelah tayang di bioskop, jumlah penontonnya hanya 30 ribu dan hanya dua minggu tayang. Setiap pembuat film pasti ingin filmnya ditonton banyak orang. Karena di sini tidak bisa, harus ada upaya lain. Misalnya, mengikuti festival di luar negeri," jelasnya.
Dia melanjutkan, film Dilema akan mengikuti festival film di Moskow pada April mendatang.
Sementara itu, film Negeri 5 Menara karya Affandi Abdul Rachman yang juga beredar pada 2012 berhasil meraup sekitar 750 ribu penonton. Namun, data tersebut belum final. "Data itu masih belum di-update lagi. Sebab, sekarang ini masih ada 40"50 copy film Negeri 5 Menara," katanya melalui sambungan telepon.
Senada dengan Robby dan Toro, Fandi mengakui sulitnya menjaring penonton. "Jadi, kalau film ini masih bisa bertahan sebulan di bioskop, itu sudah bagus," lanjutnya.
Sampai sekarang, pihaknya masih melakukan promo keliling. Menurut Fandi, product knowledge merupakan salah satu faktor penting supaya produknya bisa dikenal masyarakat. "Kalau orang nggak tahu produk kita, bagaimana dia mau beli" Ibaratnya begitu," terangnya.
Sama halnya dengan film The Raid yang dalam seminggu penayangannya sudah berhasil meraup lebih dari 400 ribu penonton, film tersebut lebih dulu diperbincangkan masyarakat meski belum tayang di Indonesia.
"Waktu mau rilis di sini, kami memang deg-degan. Tapi, setelah tahu responsnya begitu baik, alhamdulillah. Harapan kami tidak muluk-muluk. Semoga bisa dimainkan lama di bioskop. Semoga pula bisa menembus sejuta penonton. Syukur-syukur kalau bisa mencatatkan sejarah baru di dunia perfilman Indonesia," ungkap Toro. (jan/c5/any)
Data jumlah penonton box office
2008: Laskar Pelangi ( >4,6 juta)
2009: Ketika Cinta Bertasbih ( >3 juta)
2010: Sang Pencerah ( > 1,2 juta)
2011: Surat Kecil untuk Tuhan ( >700 ribu)
Sumber: filmindonesia.or.id
BACA ARTIKEL LAINNYA... Carissa Putri Tunda Bulan Madu
Redaktur : Tim Redaksi