jpnn.com - JAKARTA - Untuk mencegah kericuhan pada saat penetapan hasil rekapitulasi suara pemilu presiden pada 22 Juli nanti, aparat kepolisian harus bersikap tegas dalam menyeleksi orang-orang yang hendak masuk ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Polisi harus memastikan bahwa hanya saksi dari tim kampanye nasional pasangan calon presiden (capres) yang boleh memasuki kantor KPU.
"Kalau saksi yang datang ke Imam Bonjol tidak punya surat atau ID card, polisi bisa keluarkan. Hanya saksi yang diberi tugas atau tim kampanye nasional, di luar itu tidak bisa," kata pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/7).
BACA JUGA: Ancam Kerahkan Pendukung, Prabowo Dianggap Lecehkan Komitmen SBY
Menurut Margarito, ketegasan untuk membatasi saksi dalam mengantisipasi potensi konflik. Berkaca dari pengumuman rekapitulasi suara pilkada, keributan di ruang rekapitulasi dipicu ramainya saksi yang hadir.
"Tidak bisa mereka bicara di ruang rekapitulasi. Inilah pangkal soal kericuhan pada rekapitulasi dan penetepan pemenang," ujar Margarito.
BACA JUGA: Kejari Batam Belum Bisa Eksekusi Mantan Perwira Polda Pembunuh Istri
Ia pun mengusulkan agar perwakilan masing-masing calon presiden (capres) hanya mengirimkan 33 orang saksi ke KPU. Ke-33 saksi mewakili tiap provinsi di Indonesia.
"Yang rekap di tingkat provinsi yang hadir, karena mereka tahu betul masalahnya. Kalau orang baru dia tidak tahu masalah di tingkat provinsi," tandas Margarito.(dil/jpnn)
BACA JUGA: Bakal Bersamaan, Idul Fitri Jadi Momentum Jalin Persaudaraan
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi-JK Siap Rangkul Seluruh Elemen Bangsa
Redaktur : Tim Redaksi