jpnn.com - jpnn.com - Pandai-pandailah melihat peluang. Kalimat ini sangat cocok untuk anggota TNI satu ini. Di tengah kesibukannya menjalankan program bela negara, Sersan Kepala (Serka) Junaedy juga berhasil menjadi petani cabai. Berikut kisahnya.
FERIAL AYU, Mataram
BACA JUGA: Cabai Rawit Disasar Maling, Petani Tidur di Kebun
Orangnya sederhana. Tutur kata dan bahasa tubuhnya pun sangat sopan dan ramah. Hal ini membuatnya mudah berbaur dengan masyarakat. Terutama mereka para petani.
Pria 30 tahun yang tinggal di Lingkungan Kebon Duren Kelurahan Selagalas Kota Mataram ini merupakan anggota TNI Kodim 1606 Lobar. Namun, di tengah kesibukannya, ayah satu anak ini jatuh cinta pada dunia pertanian.
BACA JUGA: 37 Pati TNI Laporkan Kenaikan Pangkat kepada Panglima
“Saya termotivasi sama orang Lombok Timur mbak, dia sukses bertani cabai seluas 10 hektar,” akunya seperti dilansir Lombok Post (Jawa Pos Group).
Pria yang menjadi Babhinsa Desa Sambiq Bangkol, Kabupaten Lombok Utara (KLU) tersebut menuturkan pengalamannya menjadi petani. Kesuksesannya tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak rintangan yang dilalui. Untung dan rugi sudah berkali-kali ia rasakan.
BACA JUGA: Panglima Tegaskan TNI Perekat Kebhinekaan
Kesuksesan tersebut mulai terlihat pada saat ini. Meroketnya harga cabai membuka peluang besar baginya. Tentu saja keuntungan besar sudah terlihat di depan mata.
Ia pun mulai menanam cabai di lahan seluas 1,5 hektare. Lahan tersebut berada di Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.
Mengelola sendiri di lahan seluas itu tentu sangat susah. Dia pun memutuskan untuk memberdayakan warga sekitar. Hal ini ia lakukan mengingat masyarakat di desa tersebut banyak yang menjadi pengangguran.
"Saya lihat banyak masyarakat mencari uang dengan sabung ayam,” ungkapnya.
Junaedy mengaku sangat miris melihat hal tersebut. Warga yang tadinya berjudi sabung ayam dirangkulnya. Mereka diberi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan layak sebagai buruh di lahan yang ia tanam.
"Hitungannya 100 persen dari hasil yang saya dapat 10 persennya untuk mereka,” jelasnya.
Pada awal menanam cabai, dia diragukan oleh banyak orang. Ia bahkan dianggap sudah tak waras menanam cabai sebanyak itu. Namun hal tersebut ia tepis dengan keuletannya.
Cabai yang ditanam pun tumbuh baik dan berbuah rimbun. Mereka yang meremehkannya pun mulai melirik tanaman miliknya. Beberapa diantaranya pun mulai mengikuti jejak Junaedy.
Bahkan satu persatu masyarakat pun datang untuk meminta pembinaan. Junaedy tak lantas sombong dan berbangga diri. Ia menerima dengan baik warga yang ingin belajar.
Akhirnya terbentuklah 10 kelompok tani. Lima dari 10 kelompok tersebut kini telah berhasil dan menjual sendiri hasil pertanian tanpa bergantung pada dirinya.
Junaedy tak sungkan untuk berbagi pengalaman. Sebab ia pun belajar dari pengalaman orang lain. Dan hasilnya pun sangat memuaskan. Sebab selain bisa membantu perekonomian keluarganya, ia juga dapat membantu perekonomian warga sekitar.
Bertani cabai membutuhkan keuletan dan keberanian besar. Perawatannya pun tak mudah dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Salah satunya yang paling sederhana, yakni potongan bambu penyanggah cabai.
Penyanggah bambu tersebut dibeli seharga Rp 400 per biji. Jika dikalkulasikan dengan 1,5 hektare, ia membutuhkan dana kurang lebih Rp 150 juta untuk bambu saja.
Namun hasil tak mengkhianati usaha. Cabai yang dipanen pun memanen rupiah yang tak sedikit. Tanaman cabai tersebut dapat tembus hingga 4,7 miliar. Hal ini jika dikalkulasikan dengan harga Rp 50 ribu per kilogramnya. "Jika dengan harga sekarang ini bisa dua kali lipatnya,” jelas Junaedy.
Junaedy pun memiliki pasar tersendiri, selain pasar lokal di NTB. Hasil panen cabainya diborong oleh pedagang luar daerah bahkan hingga ke luar negeri, seperti Australia.
“Ini akan menjadi rezeki buat keluarga saya dan masyarakat di desa ini,” tandasnya.(*/r5/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima TNI: Seumur Hidup Baru Empat Kali
Redaktur & Reporter : Friederich