Juri Oat

Dahlan Iskan

Selasa, 28 Mei 2024 – 07:07 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - John kelihatan sedih. HP di tangannya. Itu hari ketiga saya tinggal di rumahnya. Tidak lagi di rumah lamanya di Hays. Dia sudah pindah. Masih di Kansas tetapi sudah jauh lebih ke timur: Lawrence.

Setelah istrinya pensiun sebagai dosen bahasa Spanyol dia pilih tinggal satu kota dengan anak-anak dan cucunya.

BACA JUGA: Mengalir Jauh

Pagi itu saya baru selesai senam satu jam. Sendirian. Di teras lantai dua.

Rumah John Mohn di atas bukit. Pun tidak dari teras, sudah bisa melihat perumahan dengan lebih banyak taman dan pohonnya di perbukitan yang lebih rendah.

BACA JUGA: Vina Meritokrasi

"Ada apa kelihatan sedih John?"

"Saya dapat panggilan dari pengadilan".

BACA JUGA: Puting Beliung

"Kenapa?"

"Untuk jadi juri di pengadilan".

"Kapan?"

"Pagi ini wawancara".

"Jadi jurinya kapan?"

"Biasanya langsung setelah wawancara. Mungkin nanti sore".

"Kenapa kelihatan sedih?"

"Saya tidak bisa menemani Anda. Tiap hari saya harus ke pengadilan. Biasanya sepanjang hari."

"Seandainya saya tidak di sini apakah ditunjuk jadi juri itu senang?"

"Biasa saja. Tidak senang tidak juga sedih. Saya, kan, sudah tidak bekerja lagi."

"Saya ikut. Ingin tahu."

"Mungkin tidak boleh ikut masuk."

"Enggak apa-apa. Di luar saja juga tak masalah".

Saya pun bergegas bikin oatmeal. Yang quick cook. Bukan yang instan. Tiga sendok. Pakai tepak tanpa tutup. Saya tuangi susu yang cukup. Tidak pakai tambahan air. Hanya itu.

Tepak saya masukkan microwave. Pertama 30 detik. Lalu 30 detik lagi. Tidak langsung satu menit agar didihnya tidak sampai tumpah.

Saya ambil juga tomat. Tiga buah. Saya masukkan tepak bertutup. Dimasukkan microwave satu menit. Kalau tepak tidak ditutup ledakan tomatnya bikin microwave kotor. Itulah yang terjadi di hari pertama. Letusan tomat ke mana-mana.

Di Surabaya tomat itu dikukus oleh istri. Di Lawrence harus masak sendiri.

Saya sudah akrab dengan sistem dapur Amerika. Pun di mana saja alat-alat dapurnya diletakkan: piring, sendok, wajan teflon, sotil, entong. Susunannya rapi. Tetap di situ. Sejak di rumah John yang di Evanville, Indiana, di rumah Hays maupun di Lawrence ini.

Cara bagaimana menghidupkan kompor listrik juga bisa. Kompor itu besar. Tombolnya banyak. Sekaligus ada digital air fryer-nya. Juga sekaligus sebagai oven besar.

John selalu bikin roti di oven besar itu. Pakai 'wajan' tebal, wajan warisan yang sudah berumur 150 tahun.

Hanya tomat tiga biji dan oatmeal itulah sarapan saya. Setiap hari.

"Tidak bosan?" tanya perusuh imajiner. Saya membayangkan itu Nimas.

"Justru ngangeni," jawab saya dalam hati.

Anda masih ingat: apa beda oat dan wheat (gandum).

Saya pernah tanya ke John. Bijinya hampir sama. Tanamannya mirip sekali. Karena sulit menjelaskan secara IPB, John pilih penjelasan populer: "wheat itu makanan manusia, oat itu makanan kuda".

"Tetapi semua presiden Amerika sarapannya oat," katanya.

Siangnya makanan saya juga itu-itu saja. Tidak mau ganti. Juga bikin sendiri: burito.

Saya sudah masuk kelas mahir bikin burito. Toh bahannya ada semua: lembaran tortila, bayam Amerika, kubis, lembaran daging kalkun, batang sledri besar, asinan buah olive, bawang bombai.

Semua bahan itu ditabur di atas lembaran tortila. Lalu diciprati mustard. Tortila-nya lantas dilipat kanan-kiri. Lalu digulung. Jadilah burito.

Makan malamnya John yang masak. Makan bersama. Bertiga. Meski sudah pensiun suami istri itu siang masih sibuk sendiri-sendiri. Saya pun sibuk kerja sendiri.

"Bolehkah menolak jadi juri?"

"Akan dikenakan pasal contempt of court. Menghina pengadilan", katanya.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Vina Doa


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler