jpnn.com - Setahun terakhir, pelaku industri fokus menyiasati krisis pandemi, salah satunya, dengan menerapkan budaya kerja remote working.
Menurut riset World Economic Forum (Oktober 2020), sebanyak 91,7% perusahaan di Indonesia telah menerapkan kebijakan ini, dan 58,3% menyatakan penerapan otomasi pekerjaan meningkat.
BACA JUGA: Serikat Buruh Australia Minta Working Holiday Visa Dihapus, Ini Alasannya
Cloud computing juga termasuk sebagai salah satu teknologi yang paling tinggi diadopsi selama pandemi, mencapai 95%.
Sejalan dengan riset tersebut, perusahaan penyedia layanan aplikasi berbasis cloud computing PT Zahir Internasional (“Zahir”) mengalami pertumbuhan pengguna lebih dari 150% selama pandemi.
BACA JUGA: Mencoba Working Holiday Visa ke Australia
Hal ini juga didorong dengan meningkatnya minat perusahaan besar atau korporasi mengadopsi Zahir ERP (enterprise resource planning) yang kini menjadi produk andalan milik Zahir.
Pandemi mendorong pelaku industri menerapkan teknologi yang lebih mudah digunakan kapan saja dan dimana saja, serta mampu mengintegrasikan proses bisnis yang kompleks menjadi efisien dan lebih produktif.
BACA JUGA: Co Working Space Membuat Industri Kreatif Indonesia Makin Berkembang Pesat
CEO Zahir Muhamad Ismail mengungkapkan, pandemi menjadi momentum bagi pelaku industri untuk berinvestasi pada infrastruktur teknologi.
“Melihat perusahaan startup melakukan remote working mungkin sudah biasa, namun belakangan ini, peningkatan minat justru datang dari korporasi besar yang memiliki proses bisnis yang lebih kompleks. Beberapa klien korporasi baru Zahir datang dari perusahaan migas, logistik, sampai fashion.”
Lebih lanjut Ismail menambahkan, “Korporasi di berbagai industri seperti manufaktur, logistik, konstruksi, serta industri olahan sumber daya alam, perlu melakukan transformasi digital dengan beralih ke ERP agar perusahaan bisa beradaptasi dengan dinamika bisnis belakangan ini yang harus bisa mendukung remote working dan otomasi untuk meningkatkan efisiensi” jelas
Ismail.
Dengan 25 tahun pengalaman di industri IT, Zahir terus mengembangkan teknologi berbasis cloud computing dan fokus mengembangkan layanan SAAS (Software as a service). Perkembangan ini dilakukan guna mendorong penetrasi Zahir pada segmen large enterprise.
Zahir mengklaim, aspek pricing, kecepatan implementasi, dan fleksibilitas kustomisasi fitur menjadi kunci daya saing Zahir untuk merambah pasar yang lebih luas, sejalan dengan misi perusahaan untuk mengakselerasi transformasi digital di kalangan pelaku large enterprise.
Di samping data World Economic Forum1 yang menunjukkan tren positif pada digitalisasi industri, Zahir yang terlibat langsung dalam implementasi sistem di lapangan menilai bahwa sebenarnya kemampuan perusahaan di Indonesia dalam menerapkan remote working secara strategis belumlah merata, sehingga, manfaat seperti peningkatan produktivitas, efisiensi, dan transparansi tidak dirasakan secara maksimal oleh perusahaan tersebut.
“Ada juga beberapa perusahaan yang mengeluh bahwa sejak remote working, produktivitas karyawan menurun. Namun setelah ditelusuri, penyebabnya karena tidak ada infrastruktur sistem yang mumpuni yang bisa diakses di luar kantor, sehingga saat bekerja dari rumah, ruang gerak karyawan jadi terbatas, tentu berpengaruh pada lambatnya proses bisnis antar departemen lainnya.” jelas Ismail.
Riset dari McKinsey (2020)2 menyebutkan, ada empat pondasi budaya remote working yang harus diperhatikan manajemen atau decision makers, yaitu people (sumber daya manusia), structure (struktur), process (proses), dan technology (teknologi).
Pertama, people, terkait dengan dampak psikologis karyawan secara personal. Perusahaan perlu menciptakan suasana komunikasi yang efektif selama bekerja tanpa bertatap muka, dan memberikan fleksibilitas bagi karyawan.
Karyawan bisa menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan terhindar dari segala hambatan, salah satunya dengan dukungan sistem operasional yang memiliki fitur yang dibutuhkan.
Kedua, structure, terkait pemahaman karyawan terhadap goals perusahaan. Perusahaan perlu memastikan, karyawan paham dengan target dan orientasi bisnis saat ini, termasuk jika menghadapi situasi kondisi krisis.
Dan dibutuhkan alur yang jelas untuk prosedur reporting. Untuk itu, sistem ERP yang dibutuhkan oleh para decision makers mulai dari fungsi monitoring secara optimal, mengetahui status dan proses secara real time, sehingga mereka memiliki dasar dalam proses pengambilan keputusan yang objektif dan relevan.
Ketiga, process, yaitu prioritas tugas dan tanggung jawab yang seringkali double job. Perusahaan perlu menetapkan batasan-batasan tugas yang jelas, baik antara individu maupun
tim.
Tantangan yang dihadapi perusahaan besar yang masih menggunakan metode konvensional biasanya tidak saling terhubung antar aktivitas bisnis. Misalnya, bagian gudang harus menunggu data dari bagian produksi untuk mengatur stok barang.
Sistem ERP memangkas proses-proses seperti ini karena adanya transparansi data yang bisa langsung diakses dengan teknologi API (application programming interface).
Keempat, technology, yaitu infrastruktur teknologi mulai dari hardware, software, sampai skill karyawan untuk menggunakan teknologi tersebut. Menggunakan teknologi SaaS menjadi salah satu cara efektif untuk kolaborasi tim.
Zahir melakukan implementasi sistem pada perusahaan skala enterprise maksimal 30 hari, waktu yang relatif jauh lebih cepat dibandingkan layanan lainnya yang bisa memakan waktu bulanan.
Zahir mengingatkan perusahaan untuk mengevaluasi proses bisnis secara berkala agar mengetahui kapan saatnya membutuhkan peningkatan sistem, mulai dari alur produksi, operasional, rantai pasok, keuangan, gudang, penjualan, sampai human resources management dan customer relationship management.
Selanjutnya, mengidentifikasi tipe pekerjaan yang bisa diotomasi dan diolah dengan sistem, lalu kalkulasikan cost dan benefitnya. Riset McKinsey mencatat, tiga teratas pekerjaan di Indonesia yang berpotensi diganti dengan otomasi yaitu akuntansi dan pembukuan, penginput data (data entry clerks), dan pencatatan gudang (stock-keeping clerks).
Adanya vaksin serta kondisi ekonomi nasional yang semakin pulih membuat perusahaan mulai mempertimbangkan budaya kerja kedepannya, apakah akan meneruskan budaya remote working, kembali melanjutkan operasional penuh di kantor, atau mengadopsi hybrid working, yang menawarkan fleksibilitas bekerja di rumah atau di kantor.
Menurut Zahir, sudah saatnya manajemen, baik decision makers maupun pemilik bisnis untuk lebih dini mengantisipasi perkembangan teknologi bagi organisasi tanpa harus menunggu adanya dorongan dari eksternal.
“Sebelum krisis pandemi, inovasi-inovasi teknologi sudah ada. Dengan atau tanpa krisis, perlahan kebutuhan industri akan terus berkembang seiring bergeraknya kebutuhan masyarakat. Sudah saatnya para leaders memanfaatkan keunggulan dari teknologi dan mengalokasikan pengembangan talent-talent di perusahaan untuk skill yang lebih strategis agar siap menghadapi era otomasi dan budaya kerja yang dinamis.” tutup Ismail. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil