Zat-zat kimia tadi masuk kategori berbahaya karena jika dikonsumsi dalam jangka panjang bisa memicu kanker. Sampai saat ini, upaya perlindungan anak-anak sekolah dari jajanan berbahaya itu terus dijalankan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Kepala BPOM Lucky S. Slamet menuturkan, pihaknya menetapkan penanganan jajanan anak sekolah masuk dalam agenda Gerakan Nasional Menuju PJAS yang aman, bermutu, dan bergizi. ”Gerakan nasional ini diluncurkan oleh Wakil Presiden Boediono awal 2011 lalu,” katanya, Minggu (9/12).
Lucky mengatakan, secara umum keberadaan jajanan berbahaya sudah bisa mereka tekan dari tahun ke tahun. Tetapi masih belum disebut semua jajanan anak-anak sekolah sudah terbebas dari zat kimia berbaya. Sampai pertengahan tahun ini, BPOM melansir jika 76 persen sampel PJAS yang mereka teliti sudah masuk kategori aman.
"Jadi tinggal 24 persen sampel PJAS yang masih mengandung zat berbahaya," katanya. Dia mengatakan penanganan PJAS berbahaya ini tidak bisa dilakukan oleh BPOM saja. Tetapi juga membutuhkan kerjasama dengan komunitas sekolah. Mulai dari kepala sekolah, guru, wali siswa, para siswa, hingga masyarakat pedagang jajanan sekolah.
Sejak gencar memberantas PJAS berbahaya, BPOM melansir data perkembangan yang lumayan menanjak. Dimulai pada kurun 2008 hingga 2010 lalu, sampel PJAS yang aman dari zat berbahaya sekitar 56 " 60 persen. Kemudian pada 2011 meningkat menjadi sekitar 65 persen. "Upaya ini terus kita genjot," kata dia.
Lucky mengatakan BPOM memiliki sejumlah tantangan besar dalam mengamankan kesehatan anak-anak sekolah dari PJAS berbahaya. Mulai dari minimnya kantin sekolah yang masuk kriteria sehat. BPOM memasang target dari jumlah sekolah yang mencapai 180 ribu, sepuluh persen di antaranya memiliki kantin sehat.
Tantangan berikutnya adalah penyuluh BPOM harus menghadapi pedagangan jajanan sekolah yang nakal. "Petugas kami sering kucing-kucingan, mirip sekali Tom and Jerry. Terutama di Jakarta," katanya. Setiap melihat mobil penyuluh BPOM, para pedagang langsung kabur. Setelah mobil meninggalkan sekolah, mereka balik kucing.
Lucky mengatakan, karakter pedangan PJAS di kawasan Jakarta cukup khas. Selain tetap nakal dan bandel menjual jajanan tidak sehat, mereka juga kerap berpindah-pindah. Berbeda sekali dengan karakter pedagang jajanan sekolah di Jogjakarta yang nurut dan cenderung menetap.
Dengan penanganan yang tidak gampang, Lucky memasang target pada akhir tahun ini mereka bisa menyelamatkan 1,3 juta anak sekolah dari PJAS berbahaya. Dia mengakui jika target itu tidak sebanding dengan jumlah anak sekolah yang mencapai 30 juta siswa.
Namun Lucky mengatakan 1,3 juta anak sekolah yang berhasil mereka amankan itu bisa berperan sebagai agent of change. Mereka diharapkan bisa menulari teman-temannya untuk menghindari membili jajanan berbahaya di luar sekolah. "Intinya jika demand-nya (jumlah siswa yang membeli, red) turun, jajanan berbahaya akan hilang sendiri," pungkasnya.
Mantan pemain sinetron yang juga anggota DPR, Ingrid Maria Palupi Kansil mengatakan, problematika beberapa camilan yang berpotensi mengandung bahan berbahaya bagi anak memang harus menajadi perhatian bagi seorang ibu. Pasalnya, dengan muncul jajanan anak yang berbahaya itu membuat dirinya juga merasa khawatir.
"Khawatir itu pasti, apalagi terkadang anak-anak sifatnya lebih suka meniru apa yang dilakukan temannya, tak terkecuali terkait camilan
yang dikonsumsi," ungkapnya, kepada INDOPOS (Grup JPNN).
Namun, istri Menkop dan UKM Syarif Hasan ini memiliki kiat khusus untuk mengendalikan sang buah hati agar tidak sembarangan jajan. "Saya memberikan pemahaman, bahwa tidak semua jajanan bagus untuk dikonsumsi, sehingga, mereka juga bisa diarahkan untuk makan yang lebih mendukung pada kesehatannya," urai wanita yang lebih akrab disapa Ingrid Kansil itu.
"Selain itu, saya juga sering kali memilih membawakan anak bekal jajanan yang dibuat dirumah, tapi memang harus disesuaikan dengan seleranya, agar tidak bosan," lanjutnya.(tim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Studi: Obat Penghilang Rasa Sakit Cegah Risiko Kanker Hati
Redaktur : Tim Redaksi