JAKARTA - Rencana pembangunan jalur kereta api Lampung-Aceh, yang disebut dengan Trans Sumatera Railways rupanya sudah digodok secara matang oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Detil tahapan pembangunan bahkan sudah tertuang secara rinci dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (Ripnas). Jalur KA lintas Sumatera ini nantinya menghubungkan jalur KA eksisting yang sudah ada yaitu di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung menjadi jaringan jalur KA yang saling terhubung.
Jalur yang ditargetkan beroperasi pada 2030 ini akan dilayani 145 lokomotif dan 1.435 unit kereta, untuk mengangkut penumpang sebesar 48.000.000 orang pertahun. Jumlah penumpang itu merupakan perkiraan yang dibuat kementerian yang kini dipimpin EE Mangindaan itu.
Sedangkan untuk angkutan barang dibutuhkan lokomotif sebanyak 760 unit dan gerbong sebanyak 15.170 unit untuk mengangkut barang sebesar 403.000.000 ton pertahun.
Sebelumnya Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, menyebutkan, studi untuk persiapan pembangunan sudah kelar 2012 ini.
“Studi sedang dilakukan pemerintah dan akan memperhatikan titik-titik ekonomi di wilayah yang akan dilewati jalur kereta tersebut. Mudah-mudahan studi bisa selesai Agustus 2012,” ujar Bambang Susantono. Jalur kereta api trans Sumatera tersebut nantinya akan menghubungkan Lampung hingga Aceh sepanjang 2.168 kilometer.
Mengenai rencana kebutuhan sarana perkeretapian tersebut, akan dipenuhi secara periodik. Kurun 2011-2015, 30 lokomotif dan 285 kereta. Kurun 2016-2020 50 lokomotif dan 470 kereta. Periode 2021-2025 sebanyak 85 lokomotif dan 815 kereta, dan 2025-2030 sebanyak 145 lokomotif dan 1435 kereta.
Estimasi jumlah penumpang dan pergerakan antarprovinsi juga sudah dibuat secara rinci. Khusus dari Sumut ada 583 ribu penumpang pertahun. Pergerakan penumpang dari NAD-Sumut 206 ribu, Sumbar-Sumut 119 ribu, Riau-Sumut 2.795.000, Jambi-Sumut 519 ribu, Sumsel-Sumut 2.203.000.
Sementara, Bengkulu-Sumut 484 ribu, Lampung-Sumut 1.432.000, Babel-Sumut 186 ribu, dan Kepri-Sumut 305 ribu.
Secara nasional, dibanding kawasan lain, jumlah penumpang pada 2030 urutan kedua, setelah Jawa yang mencapai 858,5 juta. Untuk Kalimantan hanya 6 juta, Sulawesi 15,5 juta, dan Papua 1,5 juta.
Dijabarkan juga di Ripnas, selama kurun waktu 70 tahun (1939-2009) terdapat kecenderungan terjadinya penurunan prasarana jalan KA yang dioperasikan.
Panjang jalan KA yang beroperasi tahun 2009 sepanjang 4.684 km (P. Jawa sepanjang 3.464 Km dan P. Sumatera sepanjang 1.350 Km), mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 1939 yaitu total P. Jawa sepanjang 6.324 Km dan P. Sumatera sepanjang 1.833 Km.
Jumlah prasarana lainnya juga mengalami penurunan adalah stasiun, turun dari 1.516 stasiun pada tahun 1955/1956 menjadi sekitar 572 stasiun pada tahun 2009. Selain kuantitas, tipe/jenis jalan rel yang dimiliki cukup bervariasi, hal ini berpengaruh terhadap tonase yang dapat dilayani.
Mengenai tahapan pembangunan prasarananya, akan dilakukan secara bertahap. Pertama, pengembangan jaringan dan layanan kereta api antar
kota. Yakni lintas utama dengan prioritas tinggi pada lintas mencakup Besitang – Banda Aceh, Duri – Pekanbaru – Muaro, Teluk Kuantan – Muaro Bingo, Betung – Simpang, Simpang – Tanjung Api-api, KM3 – Bakauheni, Teluk Kuantan – Muarobungo – Jambi, termasuk lintas Sei Mangkei – Bandar Tinggi – Kuala Tanjung, Stasiun Sukacita – Stasiun Kertapati, Tanjung Enim– Baturaja, Shortcut Rejosari – Tarahan, Solok – Padang;
Lintas utama dengan prioritas sedang pada lintas Rantau Prapat – Duri – Dumai, Jambi – Betung. Lintas utama dengan prioritas rendah pada lintas Kota Padang – Bengkulu, Bengkulu – Padang, Sibolga – Padang Sidempuan – Rantauprapat, Pekanbaru – Jambi dan Muaro – Teluk Kuantan –Rengat – Kuala Enok.
Kedua, pengembangan jaringan dan layanan kereta api regional yaitu meliputi lintas Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo), Patungraya (Palembang, Betung, Indralaya, Kayu Agung).
Ketiga, pengembangan dan layanan kereta api perkotaan yaitu meliputi kota Medan, Pekanbaru, Padang, Palembang, Bandar Lampung dan Batam.
Keempat, pengembangan jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan pusat kota dengan bandara yaitu Kualanamu (Medan), Minangkabau (Padang), SM Badarrudin (Palembang) dan Hang Nadim (Batam).
Kelima, pengembangan jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan wilayah sumberdaya alam atau kawasan produksi dengan pelabuhan meliputi: Lhokseumawe (NAD), Belawan (Sumatera Utara), Tanjung Api-api (Sumatera Selatan), Dumai (Riau), Teluk Bayur (Sumatera Barat), Panjang (Lampung).
Keenam, pengembangan jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera (Interkoneksi) dengan pembangunan Jembatan Selat Sunda.
Untuk kebutuhan sarana perkeretaapian untuk pelayanan kereta api perkotaan diperkirakan mencapai 2.944 unit yang tersebar di beberapa kota seperti: Medan (384 unit), Palembang (384 unit), Pekanbaru (512 unit), Padang (512 unit), Lampung (256 unit) dan Batam (384 unit).
Wamenhub Bambang Susantono sebelumnya menjelaskan, studi pembangunan jalur kereta trans Sumatera ini sudah mulai dilakukan secara terpisah di sejumlah provinsi dan untuk realisasinya akan dilakukan melalui kerja sama pemerintah dan swasta (KPS). Sebab dana yang dibutuhkan untuk membangun rel kereta cukup besar sehingga perlu keterlibatan investor swasta.
”Perhitungan saat ini, pembangunannya akan menghabiskan dana sekitar Rp60 triliun-Rp 70 triliun. Rencananya, sekitar 70 persen sumber dana berasal dari pemerintah, sisanya sebesar 30 persen swasta,” tukasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kereta Trans Sumatera Butuh Rp 70 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi