"Saya ingatkan, negara ini adalah berbentuk Nation bukan State. RUU yang sekarang dibuat Pansus DPR mengarah kepada pelaksanaan Pemilu di negara-negara berbentuk State," kata Ka"ban, dalam acara pertemuan Forum Lima dengan pimpinan DPR, di gedung Nusantara III, Senayan Jakarta, Senin (9/4).
Karena RUU Pemilu itu bertentangan dengan karakter Bangsa Indonesia yang berbentuk Nation, menurut Ka"ban, potensi konflik dari RUU Pemilu itu sangat tinggi.
Menurut mantan Menteri Kehutanan itu, dari catatan sejarah pada era kolonial Belanda berkuasa tidak ada larangan untuk membatasi kehadiran partai politik di parlemen.
"Sekarang di era demokrasi, terjadi pembatasan partai politik untuk masuk parlemen yang dibuat oleh 9 parpol yang kini berada di DPR," tegas Ka"ban.
Ditegaskan Ka"ban, yang namanya anggota dewan itu sejatinya hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat. Tapi kalau kita merujuk pada RUU Pemilu sekarang, ada tendensi sebagian dari wakil rakyat akan diisi oleh orang-orang partai dengan kompromi yang dukungannya diambil dari suara rakyat yang memilih seseorang tapi partainya tidak lolos Parliementary Threshold (PT).
"Ketika Presiden Soeharto berkuasa atas back up politik Partai Golkar, beliau menentukan ratusan anggota DPR dan MPR. Praktek itu kita tentang hingga anggota parlemen kembali dipilih langsung oleh rakyat. Sekarang, menjelang Pemilu 2014 upaya serupa juga diulangi oleh sejumlah partai besar di DPR dan kita Forum Lima yang terdiri dari parpol reformis kembali menentang itu," ujar Ka"ban.
Ka"ban mempertanyakan alasan akademik dari penetapan PT harus di atas 4 persen, sebab dasar penetapan PT 2,5 persen dalam UU Pemilu Nomor 10 tahun 2008 juga tidak ada alasan akademiknya.
"Angka 2,5 persen itu muncul saat sejumlah anggota Pansus kongkow-kongkow dan keluar angka 2,5 persen itu. Apakah angka PT sekarang juga muncul dari hasil kongkow-kongkow anggota Pansus RUU pemilu," pungkas Ka"ban dengan nada tanya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Densus Siaga di Pilkada Aceh Hari Ini
Redaktur : Tim Redaksi