jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen menyatakan ekonomi Negeri Paman Sam tak kan ambruk dan mengarah pada resesi.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat akan benar-benar melambat.
BACA JUGA: 3 Penembakan Massal Lagi dalam Sehari, Kapan Amerika Akan Belajar?
Satu hal yang pasti, kata Yellen, harga bensin tidak akan menurun dalam waktu dekat.
"Saya tidak berpikir kita (akan) mengalami resesi. Belanja konsumen sangat kuat. Belanja investasi solid," katanya dalam acara New York Times Dealbook, Kamis (9/6).
BACA JUGA: Warga Amerika Serikat Ini Kagum dengan Kecanggihan ATM BRI
Meski harga bensin tak akan menurun, Yellen mengatakan pemerintah AS tidak akan mengubah keputusan kebijakan.
Menurutnya, American Rescue Plan senilai USD 1,9 triliun yang ditandatangani Presiden Joe Biden diperlukan untuk mencegah satu generasi orang Amerika mengalami derita karena tingkat pengangguran yang tinggi.
BACA JUGA: Amerika Diguncang Penembakan Massal Lagi, Dua dalam Sehari
"Hal-hal yang tidak terduga selalu bisa terjadi. Dunia sangat tidak pasti," katanya.
Yellen mengakui bahwa rumah tangga Amerika jelas khawatir tentang melonjaknya harga bensin karena sangat berdampak serius pada daya beli konsumen.
Namun, dia tidak menyangka bahwa masyarakat amat pesimistis pada kondisi ekonomi terkini, padahal Amerika Serikat sekarang memiliki pasar tenaga kerja terkuat sejak Dunia Perang Dua.
"Saya tahu orang-orang sangat kesal dan memang benar begitu tentang inflasi, tetapi tidak ada yang menunjukkan bahwa resesi sedang terjadi," imbuh Yellen.
Yellen menyebut Presiden Joe Biden telah melakukan "apa yang bisa dia lakukan" untuk mengatasi harga bensin yang tinggi dengan mengarahkan penarikan bersejarah dari cadangan minyak strategis.
Dia menambahkan bahwa pejabat AS juga akan terus memperketat sanksi yang bertujuan menghukum Rusia dan menghentikan perang di Ukraina.
Yellen juga mengatakan dia melihat jalan menuju soft landing yang akan menghindari resesi. Pasalnya, ketika Federal Reserve (Fed) memperketat kebijakan moneter untuk menahan permintaan dan menurunkan inflasi.
Di Indonesia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah membeberkan asumsi laju inflasi 2023.
Sri Mulyani mematok inflasi di kisaran 2-4 persen dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF).
Menurutnya, inflasi di berbagai negara emerging juga meningkat di atas 7-8 persen, bahkan double digit seperti Argentina mencapai 58 persen dan Turki 70 persen pada April 2022.
Namun, pemerintah Indonesia berusaha mengendalikan laju inflasi salah satunya melalui pemberian subsidi untuk mempertahankan harga jual BBM, LPG, dan listrik agar tidak sepenuhnya naik akibat kenaikan harga global.(antara/mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul