Lima tahun ke depan, Indonesia diprediksi akan mengalami tantangan ekonomi yang lebih berat, utamanya dari sektor energi. Sosok yang duduk di Kabinet dipandang kunci dalam menghadapi tantangan tersebut. Presiden terpilih diminta untuk merekrut sosok Menteri yang lebih profesional jika Indonesia ingin selamat dari badai ekonomi. Poin utama: Untuk hadapi tantangan ekonomi ke depan, Indonesia butuh profil Kabinet yang lebih profesional, kata Tom Lembong Kabinet yang lebih profesional bukan berarti kalangan non-politisi. Para Menteri dengan latar belakang partai politik juga bisa memenuhi standar profesional Fundamental ekonomi harus diperkuat, pendalaman industri infrastruktur menjadi salah satu faktor penting
BACA JUGA: Paus Fransiskus Perintahkan Uskup Laporkan Kasus Pelecehan Seksual
Defisit neraca perdagangan yang dihadapi Indonesia saat ini dianggap sebagai salah satu faktor yang membuat profil ekonomi negara ini cukup menantang. Di sisi lain, kondisi perekonomian global lima tahun belakangan juga dipandang cukup berpengaruh terhadap ekonomi domestik.
Cita-cita untuk menjadi negara maju bisa terganjal jika Indonesia tidak menerapkan strategi cemerlang dalam menjawab tantangan ekonomi tersebut.
BACA JUGA: Lindas Mati Belasan Emu Pria Ini Dipenjara 42 Hari
Salah satu faktor penting dalam strategi itu adalah pemilihan para pembantu Presiden di Kabinet.
Ditemui dalam sebuah forum diskusi di Jakarta (8/5/19), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Tom Lembong, mengatakan sosok Kabinet yang lebih profesional dinilai mampu mendukung Indonesia menjawab tantangan itu.
BACA JUGA: Mengapa Brunei Tidak Jadi Terapkan Hukuman Mati Bagi Homoseksual?
"Saya sebenarnya khawatir tentang global outlook dan internal outlook dari perekonomian kita. Karena itu, untuk menghadapi tantangan ekonomi kita membutuhkan lebih banyak profesional di Kabinet," ungkapnya.
"Jujur saja, tantangan ekonomi makro akan datang segera, sangat cepat dan sangat berat," imbuh mantan Menteri Perdagangan ini.
Indonesia, sebut Tom, harus menempatkan lebih banyak orang profesional karena jika tidak mata uang Rupiah diprediksi akan terdampak dan perekonomian akan melambat.
"Sekali lagi bukan karena kami ingin atau kami menyukainya tapi karena keadaan akan memaksa kami untuk menempatkan orang profesional di Kabinet."
Profesionalisme itu, kata Tom, tak ada hubungannya dengan latar belakang sang Menteri.
"Hal lain yang ingin saya tekankan adalah profesionalisme dari para Menteri, menurut pengalaman saya 4 tahun ini, tak ada hubungannya dengan apakah mereka berasal dari partai politik atau tidak," jelasnya.
"Kolega saya dari partai politik sangat profesional, berpikiran terbuka, berorientasi kerja tim dan progresif."
"Dan ada kolega kerja saya yang disebut dari kalangan profesional malahan sangat politis, paling tidak profesional, tidak jujur, jadi tak ada hubungannya apakah ia berasal dari latar belakang politik atau profesional."
Tom meyakini akan ada cukup peningkatan dalam profesionalisme di Kabinet mendatang jika Presiden Jokowi kembali terpilih.
"Bukan karena Presiden menginginkan itu, tapi karena terpaksa demikian oleh keadaan."
Peneliti senior dari Core (Pusat Reformasi Ekonomi) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan inti dari Kabinet yang lebih profesional adalah kompetensi para Menteri yang harus lebih bagus, terutama dalam mengatasi sektor-sektor atau bidang-bidang yang terkait dengan ekonomi.
"Profesional sudah pasti, tapi profesional yang kompetensinya juga lebih bagus dari yang sudah-sudah. Tapi itu tidak menutup juga bagi kalangan yang masuk dari jalur politisi, asalkan dia punya kompetisi itu."
"Jadi kalau kita mendualisme antara profesional dengan politisi, ini seolah-olah politisi ini tidak profesional. Padahal, yang dari politisi-pun ada yang sebenarnya punya kompetensi," paparnya kepada ABC (9/5/19).
Jika sosok Menteri dalam Kabinet bukanlah orang yang ahli di bidangnya, maka artinya Indonesia membutuhkan terobosan-terobosan dalam lima tahun ke depan.
"Misalnya di bidang energi. Karena satu untuk mengurangi ketergantungan energi fosil terutama minyak, untuk mendorong pengembangan energi baru terbarukan, yang semestinya makin lama makin besar urgensinya."
"Jadi harus dimulai secepat mungkin dalam 5 tahun ke depan," sebut Faisal yang menjabat Direktur Eksekutif Core Indonesia ini.
Meski demikian, tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia ke depan tentu saja tak hanya bersumber dari sektor energi. Photo: Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Tom Lembong (kiri), dalam sebuah diskusi di Jakarta (8/5/19) mengatakan kabinet ke depan harus lebih profesional untuk jawab persoalan ekonomi. (ABC; Nurina Savitri)
Faisal mengatakan tantangan itu harus dipahami dalam konteks bagaimana melakukan transformasi secara struktural terhadap perekonomian Indonesia sehingga lebih kuat terhadap guncangan eksternal.
"Kita ini kan 5 tahun terakhir masih relatif rentan terhadap perubahan-perubahan atau syok yang terjadi di ekonomi global."
"Misalkan saja di tahun 2018 lalu, ada perang dagang, ada perlambatan ekonomi global, ada penurunan harga komoditas, dampaknya itu terhadap kinerja perdagangan kita, terhadap juga defisit neraca yang menjalar sampai pelemahan rupiah," utaranya.
Kerentanan seperti itu, ujar Faisal, harus dikurangi dengan penguatan fundamental ekonomi domestik. Salah satu caranya adalah melakukan transformasi struktural dengan pendalaman industri manufaktur.
Dengan cara itu, ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri juga berkurang dan daya dorong ekspor menjadi lebih kuat serta lebih berkelanjutan.
"Karena kalau kita masih bergantung pada komoditas terus, ya itu tadi begitu harga komoditas di internasional itu melemah kita juga terpengaruh," ungkapnya.
Pendalaman industri manufaktur bisa dilakukan lewat sektor yang kekayannya atau comparative advantage (keunggulan)-nya sudah dimiliki Indonesia.
Selama ini, banyak sumber daya alam Indonesia diekspor dalam bentuk mentah. Dari sini, industri manufaktur yang bisa dikembangkan adalah industri turunan dari sumber daya alam.
"Salah satunya misalkan smelter, sawit kita masih banyak sekali tapi kita sangat sedikit atau turunannya masih sangat terbatas nah itu harus diperluas."
"Termasuk sumber daya alam perkebunan yang lain, seperti kopi kan kita sangat kompetitif sekali. Hah itu industri turunannya harus diperkuat. Kelapa juga gitu, kakao juga begitu," catat Faisal.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asia Bibi Akhirnya Tinggalkan Pakistan Menuju Kanada