JAKARTA--Pemerintah mengaku kesulitan mengambil kebijakan menaikkan harga BBM di zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain terganjal Pasal 7 Ayat 6 RUU APBNP 2012, juga adanya otonomi daerah. Hal ini pun menjadikan kabinet SBY seolah bernostalgia dengan suasana pemerintahan saat masih dipimpin alm Presiden Soeharto.
"Lebih mudah menaikkan BBM di rezim almarhum Soeharto. Saat beliau menjadi presiden, kebijakan menaikkan BBM tidak melewati proses panjang. Tahu-tahunya sudah naik saja," ungkap Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo di Jakarta, Jumat (30/3).
Kemudahan itu, lanjutnya, karena pemerintah menganut sistem sentralistik sehingga daerah tinggal ikut saja. Lain dengan sekarang, semua kebijakan pusat harus disetujui DPR RI dan dilempar ke publik. Daerah pun lebih leluasa untuk menolak kebijakan pusat karena adanya Otda.
"Baru rencana, tapi publik sudah tahu dan mengambil tindakan. Parahnya, ada oknum nakal yang memanfaatkannya seperti melakukan penimbunan dan penyelundupan BBM, pedagang menaikkan harga sembako," terangnya.
Diapun berharap penolakan kenaikan BBM yang pernah terjadi pada 2008 tidak terulang lagi. "Ya mudah-mudahan saja DPR menyetujui kenaikan BBM. Sebab, sudah saatnya kita mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap subsidi BBM," pungkasnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SOP Polisi Tangani Demonstran Diragukan
Redaktur : Tim Redaksi